Catatan Ujian 5 – “Barangkali Hidup Adalah Ujian Itu Sendiri”

Wednesday, January 17, 2007

Berangkat dari perjalanan menapaki hidup di Negeri para Nabi yang penuh dengan segala ujian dan rintangannya, aku senantiasa mencoba menasihati diri sendiri melalui banyak hal. Bagaimana tidak penuh ujian, dilihat dari musim dan iklimnya aja sudah kelihatan. Musim panas, saking panasnya malas untuk keluar rumah, siang tidur dan malam begadang. Musim dingin, karena saking dinginnya juga malas keluar rumah bahkan tak jarang sampe flu dan meriang-meriang. Apalagi kalo pas ujian musim dingin kaya sekarang ini. Ughh...bueratt banget godaannya. Dinginn....pinginnya selalu berkawan dengan selimut. Belum juga dengan segala sistem, budaya, dan segala carut marut yang menyelimuti negeri ini. Tak salah jika setiap sudut ruang dan waktu di negeri ini adalah perjuangan dan ujian.

Hidup adalah perjuangan. Dan untuk dapat hidup memang dibutuhkan sebuah perjuangan. Perjuangan untuk tetap mempertahankan hidup dan memaknainya dengan sebaik mungkin. Setiap orang tentu berbeda dalam kadar perjuangan dalam hidupnya. Hal ini tentu dipengaruhi oleh latar belakang dan cara pandang masing-masing terhadap hidup dan kehidupan.

Jika kaum beragama berjuang untuk mendapatkan ridho dan cinta dari Tuhannya, baik untuk kehidupan dunia maupun setelahnya, maka para atheis hanya berjuang dan terus berjuang untuk mendapatkan kepuasan materi dan harta duniawi saja. Jika para pengusaha, konglomerat, pejabat berjuang untuk mempertahankan keutuhan harta dan jabatannya, maka para pengemis, anak jalanan, dan kaum miskin, perjuangannya hanya untuk tetap bisa makan dan hidup dengan segala keterbatasannya.

Tak terkecuali para bapak dan ibu yang terus berjuang untuk keutuhan rumah tangganya, kesejahteraan keluarganya dan pendidikan anak-anaknya. Maka para anak juga sudah semestinya berjuang untuk bisa taat kepada orang tuanya, mengabdi kepadanya, dan memberikan yang terbaik untuknya, terlebih pada hari tuanya.

Seorang murid, siswa, pelajar, atau apapun sebutannya, ia berjuang untuk bisa keluar dari belenggu kebodohan menuju kemerdekaan berfikir dan kebenderangan cahaya ilmu pengetahuan. Ia senantiasa bergerak dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Berubah dan tumbuh dari tidak tau agar tau (knowledge) -> agar mau (attitude) -> agar bisa (skill) -> dan agar berhasil (performance).

Rentetan dari perjuangan-perjuangan di atas sejatinya adalah sebuah keniscayaan atas program penciptaan mahluk (manusia) di muka bumi sebagai khalifah atau raja atas mahluk-mahluk yang lain (minimal sebagai raja atas dirinya sendiri). Dan secara bersamaan perjuangan tadi tentu sarat diiringi oleh ujian-ujian yang terkadang bisa menjatuhkan dan menghancurkan. Lagi-lagi manusia dituntut untuk mempunyai daya juang dan daya tahan untuk menghadapi dan menanggulangi ujian yang setiap saat bisa menghalanginya menuju titik puncak.

Seperti halnya dalam dunia persekolahan yang meniscayakan ujian kepada para siswa untuk dapat naik tingkat, sesungguhnya ia hanya merupakan bagian kecil dari sekolah dunia. Sementara sekolah induknya adalah dunia dan kehidupan itu sendiri yang merupakan sekolah bagi setiap orang tanpa terkecuali. Maka tentu saja bagi siapapun yang ingin naik ‘tingkat’ dalam ‘sekolah kehidupan’ ini juga harus melewati ‘ujian-ujian’.

Senada dengan hal di atas, islam juga mengajarkan sebuah konsep kehidupan terhadap para penganutnya. Bahwa untuk dapat naik derajat atau tingkat di hadapan Tuhan, manusia pun harus melewati ujian demi ujian. Siapa yang lulus dari satu ujian dengan kesabaran dan kepasrahan, ia akan naik tingkat. Namun siapa yang gagal dengan pelampiasan yang menyimpang dari rel agama, maka ia akan gagal dan tetap pada maqamnya atau bahkan jatuh.

“idza ahabba Allahu ‘abdan ibtalaahu”, (jika Allah mencintai seorang hamba maka Ia justru akan mengujinya). Takdir setiap orang, sebagaimana dalam kepercayaan kaum muslim, sudah tercatat sejak ia masih dalam Goa garba ibunya. Begitu juga dengan rizqi, jodoh dan matinya. Maka sesungguhnya yang membedakan penyikapan masing-masing orang dalam menghadapi setiap cobaan adalah sebesar apa keimanannya kepada Tuhan. Terkhusus lagi hal itu disebabkan oleh perbedaan volume hati masing-masing orang.

Sebagai contoh; ketika kita mengambil 2 genggam garam dengan tangan kita, lalu satu genggam kita masukkan ke dalam gelas berisi air dan satu genggam lagi kita masukkan ke dalam danau. Tentu air yang berada di dalam gelas itu akan terasa sangat asin ketika kita minum, namun air yang ada di danau akan tetap tawar dan segar walaupun telah kita taburi dengan segenggam garam. Lalu apa kaitannya dengan ujian, cobaan dan hati?

Setiap manusia tentu akan menemui cobaan dan ujiannya masing-masing sesuai ketentuan Tuhan yang sudah digariskan untuknya. Lalu kenapa terkadang penyikapan terhadap cobaan dan ujian itu berbeda-beda? Ada yang stress, ada yang terus mengeluh dan ada pula yang putuh asa lalu bunuh diri, namun aja juga yang bersabar. Hal tersebut nampaknya disebabkan oleh perbedaan daya tampung hati masing-masing orang. Para Nabi dan Rasul yang juga sama-sama manusia pun tak pernah luput dari cobaan dan ujian. Namun mereka telah memiliki ketetapan hati yang kuat, sehingga cobaan dan ujian itu bisa mereka lalui dengan segenap kesabaran dan keridhoan.

Seperti halnya air dan garam tadi, hati dan cobaan juga sama. Yang membedakan rasanya adalah besar kecil kapasitas ruang penampungnya. Jika hati seseorang sempit, maka ia akan mudah mengeluh dan putus asa. Namun jika hatinya lapang, cobaan pun hanya akan menjadi serpihan simphony nada kehidupan yang lewat lalu menghilang tanpa bekas. “wa in ta’uddu ni’mata Allahi laa tuhshuha...”, sesungguhnya nikmat yang diberikan Allah itu lebih besar dari pada cobaan-Nya. Lalu apakah anda akan tetap bersabar dan ridha?? Atau akan terus mengeluh tanpa menunjukkan rasa syukur sedikitpun??.[gerbangtiga, 17-01-‘07]

5 Komentar:

Anonymous said...

Tulisan yang bagus, Sahabat Luthfi. Keren banget. Yah, kadang bahagia pun ujian itu sendiri. Kalo boleh meminjam kata arif yang ditulis oleh orang TransTV adalah bahwa penderitaan yang ada merupakan pelecut agar kita bisa lebih tangguh.

Jika berkenan, saya undang Anda untuk berkunjung ke situs berbagi berita dan cerita terkini, www.halamansatu.net. Anda bisa berbagi dan bercerita apa saja di sana. Terima kasih. Sukses selalu buat Anda!

Sabdapena said...

trima kasih buat sahabati Dianika yang sudi memberikan comment.
iya, insya Allah saya segera berkunjung ke situs halamansatu untuk turut nimbrung berbagi cerita.
thanks ya!!

Anonymous said...

Sahabat Luthfi, what a surprise. Terima kasih udah register di halamansatu. Kami tunggu ya...

Cerita pertama yang bisa dibagi adalah komunitas orang atau mahasiswa Indonesia yang ada di Mesir. Dalam komunitas tersebut, tentunya ada harapan atau mungkin sekadar sekilas obrolan ttg Indonesia dlm pembicaraan sehari2.Next, kali bisa nulis spinx ato piramid. Atau salah satu posting di blog ini Sahabat copy-paste ke halamansatu. Tentu yg bagi Sahabat layak Sahabat bagi kepada orang lain.

Sekadar info, status Sahabat kini telah menjadi author dan itu berarti gerbang halamansatu sudah terbuka dan finally..kami tunggu cerita-cerita dari Sahabat. Teriring salam dari kami smg sukses bersama limpahan hidayah-Nya senantiasa ada dalam keseharian Anda. Terima kasih.

Sabdapena said...

OK...insya Allah secepat kami usahakan untuk bisa segera nyumbang...but mungkin nunggu selesai imtihan dulu kali ya..
makasih kembali sahabati yang baik..:)

Anonymous said...

udah aku link dari blog-ku, dek!

coba aja lihat
itu juga untuk refresh
maksudnya pengalih sementara dr kerjaan.
cuapek
tapi sueneeeng... :)
Pengalih karena memang aku beleum sempat ngeblog :)