"Perjalanan Kita"

Thursday, June 14, 2007


Beberapa waktu yang lalu aku pernah janji padamu, untuk mengajakmu bertamasya, jalan-jalan bersama menikmati keindahan alam raya. Maaf kalo ungkapanku ini terkesan ngaco' dan mengada-ada! Mungkin itu adalah atas pengaruh suasana hatiku yang memang selalu memimpikan sebuah pertemuan. Bahwa kita akan segera berjumpa, lalu jalan bersama, mengembara menikmati indahnya penjelajahan dalam sebuah kebersamaan.

Keinginan tertinggiku saat ini adalah bertemu denganmu. Rasanya aku ingin pulang. Karena saat ini, aku sedang dirundung bimbang, ada apa denganmu?? Diselimuti kabut kecemasan aku ingin menanyakan seputar gerangan. Alam maya yang selama ini mempertemukan kita, membukakan jalan bagi kita untuk saling bersuara dan beraksara, belum bisa sepenuhnya dapat dipercaya, tidak selamanya menghadirkan kebenaran, bahkan selaksa kejujuran .

Ahh....kenapa pula lagi-lagi aku hanya memikirkan seonggok angan?. Yang kesemuanya itu hanya akan berlabuh pada pengharapan, kosong, bukan kepastiaan.
Tapi entah kenapa, berulang kali hatiku memaksa pikiranku untuk tetap berkeinginan mengajakmu jalan-jalan. Yah, walau entah kemana arah tujuan??. hati ini rasanya benar-benar rindu memimpikan sebuah pertemuan.

Ohya...aku punya usulan; walau memang tak mungkin rasanya, jika hatiku menginginkan sebuah keutuhan kebersamaan, antara kau dan aku, jiwa dan raga, maka,...ehmm...gimana ya....?
Sebelumnya aku minta maaf jikalau ungkapanku beberapa waktu yang lalu sempat membuatmu bingung dan bertanya-tanya. Maka saat ini aku akan menjawabnya! Sekali lagi Maaf, andai wujud surprise yang aku janjikan hanya berbentuk sebuah tulisan. Tidak lebih dari itu. Mengajakmu jalan-jalan bukan berarti sebuah pertemuan, bukan berarti jiwa dan ragamu sekaligus yang aku maksudkan.

Maka perkenankanlah saat ini aku bawa jiwamu sejenak, aku ajak alam imajinasimu bertamasya mengunjungi beberapa tempat istimewa, menguak misteri ilahi, untuk lebih banyak lagi kita akui bahwa cinta adalah karunia, kasih sayang adalah lambang perdamaian, dan kebersamaan adalah kebahagiaan.
♦♦♦ ♦♦♦

"saat ini aku harap kamu bersiap-siap, karena sebentar lagi aku akan segera menjemputmu. Maaf kalo nanti tidak ada mobil mewah yang akan membawamu, karena aku tidak punya yang seperti itu. Yang ada hanya kuda putih berlabel 'ketulusan & keikhlasan'. Nanti kamu tunggu saja di halaman rumahmu, aku akan datang menungganginya untuk menjemputmu, lalu kita pergi bersama. Kita berdua akan naik dipunggung kuda itu. Kamu tidak perlu khawatir kuda putih kita akan merasa keberatan dan kecapekan membawa kita jalan-jalan. Karena tadi waktu di kandang aku telah memberinya makan rumput 'pengertian & kesabaran'.

Pertama kali kita akan berjalan menelusuri sepanjang jalan kenangan, yang telah begitu banyak menorehkan jejaknya dalam benak kita. Dari sini kita bisa saling bernostalgia , mengingat kembali masa-masa dimana dulu kita pernah bersama, jiwa dan raga kita, aku masih bisa secara langsung memandangimu, beguti pula kamu. Tapi itu justru tidak mampu mengaitkan hati, mempertalikan sebuah ikatan. Mulut tak kunjung berani mengungkapkan isi hati, yang ada justru cinta menarik jarak antara kita, menjadi dinding penyekat bagi dua hati yang semestinya bisa saling memberi dan mengasihi.

Di sudut depan kita nampak sebuah bangunan hijau yang rasanya tak asing lagi di mata kita, itu adalah masjid. Lalu di sampingnya, terlihat dari bebalik kaca, dan kornea pun mengarahkan tujuannya pada bangun bidang tingkat dua. Itu adalah gedung TPA yang mana dulu kita pernah sama-sama mengejawantahkan sedikit ilmu kita di sana. Tiba-tiba suara lirih dari dalam gedung itu menghampiri telinga;"hei,...apakah kalian masih ingat padaku, bukankah kalian dulu pernah mengajar ditempatku??". "iya, aku ingat!" jawabku tegas. Tapi tak lama kemudian angin juga menyampaikan suara hati lingkungan, "tapi kami minta maaf jikalau telah menghidupkan ingatan kalian lagi, aku tidak bermaksud memprofokasi atau mengungkit-ungkit masa lalu kalian, kami Cuma sayang sama kalian, karena kalian dulu telah perpartisipasi menghiasi alam kami dengan lantunan-lantunan suci kalam ilahi"...

Tidak jauh dari tempat yang baru saja kita lalui, telah tampak di depan sebuah bangunan yang tak begitu megah namun cukup berwibawa. Ia membawa kita pada sebuah kenangan perjuangan dan pembelajaran, dimana kita sama-sama dididik dan dibina untuk menjadi manusia yang benar-benar berjiwa manusia. Manusia yang benar-benar manusiawi dan mengetahui sifat-sifat kemanusiaan yang sesungguhnya.

Dahulu, entah sengaja atau tidak sengaja, ternyata kita sering jadi rekan kerja. Susah dan senang pernah kita jalani bersama dalam rangka menjalankan tugas sebagai panitia. Mungkin salah satu keistimewaan tersendiri bagiku ketika mempunyai partner kerja sesosok figur sepertimu. Tapi disela-sela kekagumanku padamu, justru yang nampak padamu mungkin kegalakanku, egoismeku, dan kekeraskepalaanku, yang kesemuanya itu tak jarang membuatmu anyel, mangkel plus dongkol, sekaligus membuat wajahmu cemberut setiap kali pulang dari meeting.

Aahh...rasanya masa-masa itu memang penuh warna dan pesona. Bukan Cuma aku dan kamu, namun kita semua komunitas Glafeesa turut memberikan aroma dan nuansa tersendiri di jagad asrama dan almamater tercinta. Mulut ini rasanya tak mau berhenti dari senyum simpul dan tawa tatkala mengingat masa-masa indah dan penuh canda selama di asrama. Tapi, mata ini pula terkadang tak terasa turut mengungkapkan rasa, tetesan air mata tiba-tiba membasahi muka mengingat setiap butir perjuangan dalam kebersamaan yang terus terbina antara kita. Sungguh syahdu suasana yang tercipta, kekompakan tuntaskan perpecahan, kesepakatan pelihara kesepahaman.

Untuk saat ini, sudah cukup rasanya aku menengok ke belakang, walaupun itu semua adalah sepihak rasa, maka hatimu aku tidak tahu, dan hanya kamu yang tahu. Maka di lain waktu aku harap kamu juga mau meninggalkan catatan kecilmu sebagai hadiah yang berarti besar bagiku, semoga kamu tidak keberatan. Karena saat membawamu dalam perjalanan ini, sungguh aku tak ada hak mewakili jiwamu dengan rasaku. Jiwamu adalah hakmu, maka aku hanya bisa mewakilimu lewat beberapa ungkapan yang memang sudah pernah aku dengarkan, selain itu tidak.

Baiklah! Kali ini, menuju obyek selanjutnya, langsung aku pacu kudaku lebih kencang, karena perjalanan masih panjang. Tolong pegangan yang lebih erat, sebab kalo tidak aku takut kamu akan jatuh terpelanting. Untuk sementara waktu, biarlah setiap jalan yang telah kita lewati tadi menyimpan setiap kesan dan kanangannya masing-masing, siapa tahu di lain waktu kita bisa kembali melewati dan menghampiri, sekaligus membuka-buka catatan lamanya, tentang aku, kamu dan kita.
♦♦♦ ♦♦♦

Agaknya senja hampir tenggelam digantikan malam. Sebentar lagi kita akan menaiki bukit bintang. Bukit dimana banyak orang biasa mencurahkan pengharapan, curhat kepada alam dan juga Pencipta bintang itu sendiri. Di bukit ini, sejenak kita akan istirahat melepas lelah. Sambil menikmati udara segar yang berhembus sepoi-sepoi basah, kita segarkan sel dan syaraf tubuh yang agak kacau digoncang loncatan demi loncatan kuda. Seraya turun dari punggung kuda, sambil mengendorkan otot-otot dengan menggerak-gerakkan tangan, kaki dan kepala, kita berjalan menepi melihat pemandangan lembah.

Waah...bukit ini sungguh indah! Formasi barisan gugusan bintang yang bersinar terang, remang, bahkan ada yang hanya berkedip-kedip pelit seakan malu menunjukkan wujud aslinya, spontan mampu menghipnotis setiap mata yang melihatnya, tak terkecuali kita. Bintang-bintang itu, rasanya hampir serupa dengan kunang-kunang yang sedang hinggap di dedaunan malam. Pemandangan dari bukit sungguh menakjubkan. Apalagi setelah lampu-lampu pedesaan dinyalakan, tampak terlihat ia berpadu mesra dengan bintang-bintang. Saling melengkapi, warna-warninya tampak bervariasi, lebih hidup, semakin takjub.

"Mari kita mencari tempat duduk, walau tak ada kursi yang melengkapi, cukuplah kita bisa duduk berdampingan beralaskan rumput yang tebal menutupi permukaan tanah". Sambil menikmati pemandangan bukit dan sesekali saling melirik, kita sama-sama menyiapkan kata untuk mewakili rasa mengungkapkan apa saja yang ada di dalam dada, tentang hati, cinta, bahkan keindahan alam sekitar kita. Tempat ini memang sudah biasa menjadi saksi terkuaknya misteri hati, bagi siapa saja yang pernah menginjakkan kaki di bukit ini.


Tak beda jauh dengan kebanyakan mereka yang pernah singgah di tempat ini, kita pun nampaknya akan membeberkan fakta dan saling bersuara. Bahwa kita, adalah dua insan yang memang berbeda, namun banyak sama. Perasaan rindu adalah wujud sayang, aku merindumu, kamu merinduku. Takut akan kehilangan juga bentuk lain dari kasih, dan kita sama-sama tidak mau itu. Hatiku mengatakan aku mencintaimu, dan kau berucap mesra kata yang sama. Berarti kita sama dalam cinta.


Di bukit ini, kita telah menyatakan cinta, kecintaan kita terhadap alam, kecintaan akan keindahan, cintamu cintaku telah bertemu, namun cinta kita adalah cinta awam. Karena pancarannya justru mampu menjerumuskan, walau secercah cahaya pencerahan masih ada, namun kita harus tetap waspada. Maka aku setuju denganmu; bahwa dalam kita saling mencinta memang harus seadanya saja, tidak boleh terlalu, bahkan sangat. Karena itu berbahaya, bisa berujung pada kebencian dan permusuhan.

Setelah kita sama-sama terbuka, dari hati ke hati, ungkapan yang terbungkus kejujuran tadi akan kita bawa sebagai bekal perjalanan selanjutnya. "kelihatannya saat ini cuaca tidak mengijinkan kita untuk langsung turun bukit. Kita cari saja penginapan di sekitar sini. Atau jika kau tak keberatan, malam ini aku ingin tidur di sini saja, tertelentang sambil menatap bintang yang bertebaran di langit luas, bebas di alam tak terbatas". Dan aku belum tahu jawabanmu, karena kamu masih terdiam, hanyut dalam simphoni alam yang mendendangkan harmoni keindahan malam bersama bintang dan kunang-kunang.
♦♦♦ ♦♦♦

Tak terasa pagi telah menjelang. Kokokan jago pun menggaung bersahutan. "hei,...bangun sayang! Sang surya telah kembali menampakkan semburat sinarnya yang benderang. Perjalanan kita masih panjang, ayo segera kita lanjutkan!". Peta perjalanan kita selanjutnya mengarah pada lembah 'kesejiwaan & kesepahaman'. "syukurlah...! ternyata kuda kita masih setia menemani kita. Memang, kesabaran dan pengertian yang ia bawa ikut serta sangat bermanfaat untuk melewati setiap halang rintang yang terjal dan curam sepanjang perjalanan". Kali ini kita tidak perlu tergesa-gesa. Kerena untuk dapat sampai kesana tentu kita akan menjumpai lebih banyak lagi gangguan dan godaan. Semoga kita mampu melewatinya dengan selamat.

Dengan langkah perlahan, kita akan mulai turun ke lembah menaiki kuda putih berjubah bismillah. Dengan penuh pasrah kita berserah untuk dapat sampai ke bawah. Pelan...pelan namun pasti dan hati-hati, sedikit lagi kita akan sampai di lembah. Ooh...dari bebalik batu besar itu nampaknya ada sebuah gubuk bambu beratapkan anyaman daun ilalang. Bolehlah nanti kita numpang singgah sebentar di sana. Bagaimana dinda?? Apakah dikau masih sanggup melanjutkan perjalanan? Hemm...kamu sudah terlihat capai. Mungkin itu yang memaksa mulutmu untuk tetap bungkam. Tapi, pancaran matamu itu, di situ aku masih bisa melihat selaksa semangat yang membuncah. Istirahatlah sejenak kekasihku,...untuk bekal melanjutkan perjalanan nanti, supaya badan kembali segar, mata menjadi bersinar, dan hati mulai menata diri.

Istirahat sejenak aku rasa sudah cukup memulihkan tenaga, kita akan segera melanjutkan perjalanan. Di depan kita, dari kejauhan remang-remang mata mulai melihat sebuah gerbang. Saat ini nampaknya kabut dari bukit sedang turun menyapa lembah, masih agak gelap memang, tapi sedikit demi sedikit cahaya surya telah menerang. Sebentar lagi kita akan memasuki sebuah desa. Setelah berada dekat dengan gerbang, ternyata ia adalah pintu kesejiwaan. Maka di desa ini nanti, kita akan mencoba memelihara cinta yang kita bawa, mencoba menyatukan dua rasa dari hati yang berbeda. Desa ini nampaknya sedang bersuka ria, tampak dari wajahnya yang hijau ceria dengan dedauan dan tumbuhan yang menyejukkan. Semoga hati kita bisa terbawa oleh kesejukan alam, menjadi teduh dan rindang. Tentram tinggalkan segala kebimbangan, keresahan, dan keputusasaan.

Melawati perjalanan tadi adalah bukan hal yang mudah. Di sana tentu banyak sekali aral godaan dan gangguan, namun atas kekokohan hati dan semangat yang tinggi berbekal ketabahan dan kesabaran, kita pun kini telah mulai menginjakkan kaki di pintu gerbang desa ini. Ini adalah permulaan dari usaha penyepahaman.

Dua jiwa, dua raga, dengan sifat dan karakter masing-masing yang berbeda kini mencoba untuk bersama menata cita dalam cinta. Langkah menuju kesepahaman dan kesejiwaan memang tak gampang. Prosesnya juga panjang. maka untuk memasukinya harus berbekal sebuah pengertian yang direndam dalam air kasih sayang, lalu direbus dalam tungku kepercayaan. Beberapa saat proses pematangan dinantikan dengan penuh kepasrahan, harapkan hasil sebuah kesatuan, perpaduan harmonis antara dua jiwa, dua cita, dan dua cinta, menjadi sejiwa, secita, dan secinta.

Tiada yang seindah sebuah kasih fithrah. Antara dua insan yang saling menyayang, dengan adanya kesepahaman. Cinta adalah anugrah terindah dari Sang Maha Pemurah, ia adalah fitrah yang datangnya tiada pernah dikira dan disangka, ia akan tumbuh di hati siapa saja yang Ia kehendaki. Tanpa cinta dunia akan hampa, tanpanya perdamaian akan segera padam. Yang ada hanya kebencian, hanya permusuhan.
♦♦♦ ♦♦♦

Setelah adanya kesejiwaan, pengertian, dan kesepahaman, tentu saja perjalanan kita selanjutnya akan lebih mudah dan indah. Memang, tiada kehidupan yang tanpa cobaan, tiada cinta yang penuh goda, dan tiada hati yang tak ternodai. Itu adalah sunnah Ilahi, dan manusia harus menjalani tanpa harus menghindari.

Perjalanan selanjutnya kita akan ke bengawan. Tidak jauh dari desa kita akan menjumpainya. Setiap kenangan, pelajaran, hingga cobaan, godaan, dan segala halang ringtang yang mewarnai sepanjang perjalanan. Cita, cinta dan kasih sayang yang telah kita ungkapkan, satukan, dan padukan dalam tungku kepercayaan akan kita bawa ke muara. Cepat-cepat kuda putih teman setia kita kita pacu melaju ke arah bengawan. Dengan segenap kemantapan dan kebesaran jiwa kita akan menuju muara.

Sesampai di sana, Segala apa yang telah kita bawa dan dapatkan dari setiap tempat yang kita kunjungi tadi kita bungkus dalam peti pengharapan, kemudian kita titipkan dalam aliran sungai keridhoan. Ia adalah tempat dimana kita bisa mengembalikan semua urusan dalam rangka kepasrahan. Setelah kita berjuang dan berusaha, yang dapat kita lakukan selanjutnya hanya berdo'a. Kita kembalikan segala urusan kepada-Nya. Karena semua yang datang dari-Nya, maka ia akan kembali kepada-Nya. Begitu juga cinta dan manusia. Semua datang dan diadakan oleh-Nya, dan pada gilirannya Ia akan kembali mengambilnya. Semua yang ada di dunia hanyalah amanat, yang di hari kelak nanti akan dimintakan pertanggungjawabannya. Sumua sudah diatur oleh-Nya, Sang Pencipta. Jika takdir telah digariskannya, maka kita tetap akan menerimanya. Itulah qadha'Nya. Jika kita ikhlas dan ridha, Ia akan mengganjarnya dan jika tidak maka sebaliknya.☺

M. Luthfi al-Anshori,17 april 'o6_07.40 WK

2 Komentar:

Anonymous said...

hmmm....bagus bgt! touchful abis deh! Btw, mahasiswa Al - Azhar ya? Slm kenal..

Sabdapena said...

Syukron nih dah mampir. Iya, aku kuliyah di al-Azhar. salam kenal juga deh...!
thanks.