Tentang Rembulan

Saturday, July 21, 2007

Di malam yang tinggal sunyi
Haikalmu tidak lagi bundar
Namun ronamu tetap menggairahkan
Cahyamu yang redup
Timpali permukaan air yang beriak tipis
Tampakkan gelombang kemerahan
Seperti wajah primadona yang baru dipinang.

Ohh…suasana yang sayang jika terlewatkan
Aku ingin mengabadikan aktingmu itu
Yang mewarnai air, malam dan kegelapan
Membentuk harmoni keselarasan
Dalam irama riak ombak yang ringan, tentram.

Namun kameraku tak mampu menangkapmu
Yang ada tetap gelap
Dan bukan bentuk molekmu yang ku dapat
Hanya ada setitik cahaya
Di antara hitam yang pekat.

Lalu aku berpikir
Dan dalam detik yang tak lama aku teringat
Akan sebuah ayat tantang Matahari dan Rembulan:
"Dialah yang menjadikan Matahari bersinar (dari dirinya sendiri),
Dan Rembulan bercahaya (dari pantulan sinar Matahari)…"
Maka aku tidak ingin menyalahkanmu
Jika dalam haikalmu yang tak lagi bundar
Jika dalam cahayamu yang tak lagi terang
Kameraku tak mampu mengabadikan aktingmu
Pada umurmu yang telah dimakan senja.

Mustallast, 19 Juli 2007, 08.29

Baca Selanjutnya...!...

Surat Untuk Desaku

Aku pamit,
Selama beberapa purnama aku akan berkelana
Bukan tanpa tujuan
Tapi ini perjalanan suci
Yang pernah ditempuh para nabi dan wali.

Aku pergi mencari cahaya
Yang bisa menerangiku dimana dan kapan saja
Yang bisa aku bawa kemana-mana.

Aku pergi mencari terang
Dari kegelapan yang menyesatkan
Dari kebodohan yang menistakan.

Aku pergi bersama Rembulan
Menapaki sepi dalam perjuangan
Meraih ilmu bekal masa depan
Sebagai lentera, sebagai cahaya
Menerangi langkah
Menyongsong amanah

Aku pamit,
Selama beberapa purnama aku akan berkelana
Bukan tanpa tujuan
Tapi ini perjalanan suci
Yang pernah ditempuh para nabi dan wali
Dan aku akan kembali
Bersama kelahiran Rembulan
Membawa terang
Menghapus kegelapan.

Mustallast, 19 Juli 2007, 07.55

Baca Selanjutnya...!...

Napak Tilas Kairo Fathimiyyah Bersama LSBNU

Monday, July 16, 2007


Kairo – Minggu (15/7) pagi kemarin Lembaga Seni dan Budaya (LSBNU) Mesir untuk yang ketiga kalinya berhasil melaksanakan Long March (napak tilas, red) bersama beberapa personilnya. Kali ini, tujuan perjalanan yang akan ditempuh adalah kawasan Kairo Fathimiyyah yang dimulai dari Bab el-Futuh yang terletak tidak begitu jauh dari kawasan Husain dan Khan el-Khalily.

Menurut keterangan koordinator LSBNU, Muhyiddin Basrani; kegiatan ini ditujukan untuk dapat mengenal Kairo sekaligus kekayaan sejarahnya secara lebih dekat lagi. Agenda ini rencananya akan diselenggarakan sebanyak 3 kali dalam sebulan selama masa kepengurusannya, dengan target seluruh pelosok Kairo akan dapat ditelusuri. "Masak kita tinggal di Kairo tapi tidak mengetahui sejarahnya sama sekali?" demikian Mumu (sapaan akrab Muhyiddin) menjelaskan alasan diadakannya kegiatan ini.

Tepat pukul 10.00 Waktu Kairo para peserta yang terdiri dari enam orang (Aceng, Mumu, Chosem, Rochim, Faizin dan Luthvi) telah berkumpul di Bawwabah Tiga. Dari situ rombongan menaiki mobil Eltramco yang meluncur ke arah Sabi', lalu berganti bus yang menuju arah Darrasah/Husain. Rombongan turun di sebuah pertigaan jalan sebelum Darrasah yang teletak tidak begitu jauh dari Bab el-Nasr. Turun dari bus, rombongan memulai napak tilasnya dengan jalan kaki. Jika perjalanan pada "Long March" pertama beberapa waktu lalu dimulai dari Bab el-Nasr, kali ini perjalanan dimulai dari Bab el-Futuh yang terletak tidak terlampau jauh dari Bab el-Nasr. Atau bahkan bisa dikatakan kedua Bab (gerbang, red) ini terletak secara berdampingan.

Bab el-Futuh adalah salah satu gerbang dari beberapa gerbang benteng yang terdapat di kota Kairo. Didirikan pada masa Daulah Fathimiyyah tahun 480 H/1087 M atas perintah Jauhar as-Siqly, dan selesai disempurnakan pada masa pemerintahan Badr al-Gamaly yang kini dapat kita temukan terletak di samping Masjid Hakim bi Amrillah. Bab (gerbang) ini terdiri dari dua menara silinder yang mengapit pintu masuknya.

Setelah memasuki Bab el-Futuh rombongan singgah di Masjid Hakim bi Amrillah yang terletak berdampingan dengannya. Masjid ini dibangun pada tahun 380 H/990 M masa pemerintahan al-Aziz Billah al-Fathimy. Namun beliau telah meninggal sebelum pembangunan masjid ini selesai, hingga akhirnya disempurnakan oleh putranya al-Hakim bi Amrillah pada tahun 403 H/1013 M. Maka hingga sekarang masjid tersebut dikenal dengan nama al-Hakim bi Amrillah. Masjid ini merupakan masjid terluas kedua di Kairo setelah Masjid Ibnu Thulun.

Keluar dari Masjid al-Hakim bi Amrillah rombongan melanjutkan perjalanan menyusuri jalan yang terlihat semrawut karena sedang ada perbaikan di beberapa bangunan sekelilingnya. Obyek selanjutnya adalah Bait el-Suhaemy. Ia merupakan salah satu rumah peninggalan bersejarah di Mesir yang menyimpan berbagai keistemawaan khusus di dalamnya. Maka tidak heran jika para wisatawan manca negara hadir untuk menyaksikan rumah bersejarah tersebut.

Bait el-Suhaemy terhitung sebagai salah satu tempat berziarah atau tempat berkunjung terkenal yang menghadirkan satu contoh tersendiri dari berbagai corak arsitektur bangunan tempat tinggal khusus, bahkan ia juga terhitung sebagai satu-satunya rumah ideal yang menghadirkan keindahan bangunan islam pada masa Usmani di Mesir. Adapun rahasia dari penamaan yang langka ini terkembali pada bani/keluarga terakhir yang tinggal di dalamnya. Yaitu keluarga Syeikh Muhammad Amin al-Suhaemy yang merupakan Syeikh Ruwâq al-Atrâk di al-Azhar al-Syarîf dan beliau meninggal pada tahun 1928 M.


Bait el-Suhaemy dibangun pada masa Usmani tahun 1648 M oleh Syeikh Abdul Wahab at-Thablawy. Pembangunan rumah ini dilaksanakan dalam beberapa tahap hingga akhirnya jadi seperti yang masih ada saat kini. Bait al-Suhaemy terdiri dari dua bagian. Pertama adalah bagian selatan yang didirikan oleh Syeikh Abdul Wahab at-Thablawy tahun 1058 H – 1648 M. Kedua adalah bagian utara yang didirikan oleh Ismail bin Syalby pada tahun 1211 H – 1796 M, lalu dua bagian ini akhirnya ia gabungkan menjadi satu. Pada tahun 1931 M, pemerintah mesir membeli rumah ini dari para pewarisnya dengan harga 6.000 Pound Mesir, dan menghabiskan 1000 Pound untuk melakukan perbaikan.

Setelah beberapa saat singgah di halaman Bait al-Suhaemy, rombongan melanjutkan perjalanan melewati beberapa masjid kuno yang menampakkan kegagahan bangunannya. Beberapa diantaranya adalah Madrasah dan Masjid Kamiliya (1180 – 1238 M), Masjid al-Aqmar (1125 M), Madrasah dan Masjid Barquq (1386 M), hingga akhirnya sampai pada masjid Sayyidina Husain dan Masjid al-Azhar (970 M). Adzan shalat Dzuhur tepat dikumandangkan ketika rombongan sampai di masjid al-Azhar yang juga merupakan peninggalan Daulah Fathimiyyah. Maka rombongan beristirahat sejenak lalu melaksanakan shalat Dzuhur.

Usai shalat Dzuhur rombongan melanjutkan perjalanan menuju Bab Zuwayla. Terletak tidak jauh sebelum Bab Zuwayla terdapat sebuah masjid besar yang dikenal dengan sebutan "Red Mosque". Ia adalah masjid al-Muayyad yang didirikan oleh sultan al-Muayyad dan selesai dibangun pada tahun 1422 M.

Adapun Bab Zuwayla, ia merupakan salah satu gerbang terbesar di Kairo yang didirikan pada tahun 485 H – 1092 M. Ia dikenal juga dengan sebutan Bawwabah al-Mutawally (gerbang al-Mutawally). Setelah mengalami perbaikan selama kurang lebih 900 tahun, Bab Zuwayla yang merupakan peninggalan bersejarah Daulah Fathimiyyah kembali diresmikan dan dibuka pada hari Ahad (14/9/2003).

Terletak sekitar 100 meter di depan Bab Zumayla terdapat masjid as-Shalih Thala'i yang dibangun pada tahun 1160 M oleh amir Shalih Thala'i bin Razik. Masjid ini dibangun dengan bentuk memanjang di atas bangunan bawah tanah. Maka masjid ini dijuluki sebagai salah satu masjid gantung atau masâjid al-mu'allaqah.

Meninggalkan Bab Zuwayla rombongan melanjutkan perjalanan menuju obyek akhir dari Long March kali ini, yaitu Abdeen Palace yang di dalamnya terdapat Museum Abidin. Setelah menempuh perjalanan beberapa lama di bawah terik matahari yang cukup panas, sampailah juga di kawasan Abdeen Palace yang terhitung cukup luas. Namun sayang, ketika rombongan berniat untuk memasuki museum ternyata telah tutup. Alhasil rombongan memutuskan untuk segera kembali ke Nasr City karena telah cukup capai. Dan kali ini rombongan pun masih memilih jalan kaki untuk menuju sebuah terminal bus. Setelah melaui voting, terpilihlah Mahaththah Tahrer sebagai terminal yang akan kita tuju. Tak disangka, ternyata perjalanan kali cukup panjang. Start dari Bab el-Futuh dan final di Terminal Tahrer. Sebuah "perjalanan sejarah" yang cukup melelahkan namun mengasyikkan dan memperkaya wawasan.

M. Luthfi al-Anshori

Baca Selanjutnya...!...