Pecundang

Thursday, August 21, 2008

Aku gelisah sendiri tak bertepi
dipermainkan perasaan yang menikam-nikam
sungguh aku ingin berbuat sesuatu
tapi perang nurani dan logika memenjaraku di ruang beku
berjubel pertanyaan menghujam
protes pemberontakan ingin kuteriak
kenapa manusia jadi pemalas?
kenapa mereka saling bertengkar?
aku harus di mana?
aku harus bagaimana?
dan jawaban tak kutemukan
maka aku hanya diam
tersekat dalam kebodohan
aku sang pecundang!!

Cairo, 21/8/2008

Baca Selanjutnya...!...

Refleksi HUT RI dan Ultah Luthfie

Tuesday, August 19, 2008


HUT RI ke-63 ini rasanya sepi. Entahlah. Tak seperti biasanya. Kairo tak begitu ramai dengan berbagai aktivitas penyambutan hari kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya KBRI juga membentuk panitia khusus menyambut HUT kali ini. Mereka menggelar beberapa perlombaan, baik yang bersifat massif, atau perorangan; seperti lomba karya tulis populer,dll. Namun entah karena apa, aku sendiri merasa biasa-biasa saja.Seperti tak ada yang Istimewa pada perayaan hari bersejarah bagi seluruh warga Indonesia itu.

Tak hanya HUT RI yang sepi. Harlahku sendiripun sunyi senyap tak berwarna. Tak ada apa-apa. Ya meskipun aku tetap bersyukur, sebab masih ada beberapa kawan yang mengingat hari itu, ada yang mengirim ucapan selamat dan do'a lewat SMS serta ada juga yang lewat Comment di FS. Itu semua aku syukuri bahwa masih ada orang-orang yang perhatian di sekelilingku. Sebenere yang membuat aku agak sedih tak datang dari luar diriku, tapi justru dari dalam diriku. Ingin rasanya aku mengajak teman-teman untuk sekedar makan-makan kecil. Meskipun tanpa kue dan lilin, asal ada kebersamaan itu sudah cukup. Ahh, tapi kesibukan dan tugas ini-itu nampaknya belum bisa diajak kompromi, sehingga membuat aku sibuk dengan urusanku sendiri.

Bulan-bulan ini emang lagi masa-masanya "kanker" bronkitis. Ekonomi lagi kacau (ceile,..kaya apa aja make bahasa ekonomi segala..:p). Sebenere jika aku tidak menggantikan seorang teman untuk tamasya ke Hurghada, mungkin masih ada sisa uang untuk beli makan-makan di hari jadiku kemarin. Tapi, bagaimana lagi, benar-benar tak ada budget untuk itu. Ah, tak perlu kusesali lagi. Toh apalah arti sebuah Ulang tahun. Yang paling penting, meskipun tak ada acara apapun, momen Ultah tetep aku jadikan kesempatan untuk evaluasi diri, guna memperbaiki langkah ke depan. Setidaknya agar lebih baik dan bermanfaat dari hari-hari sebelumnya.

Ya, Aku sudah 22 tahun mengarungi kehidupan ini. Semoga Tuhan masih berkenan memberikan umur panjang yang manfaat dan barakah. Semoga sisa nafas ini mampu kugunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih bermakna, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Aku hanya bisa merenung. Aku hanya bisa merasakan. Aku hanya mampu mentadabburi, anugrah sebuah kemerdekaan, sekaligus sebuah kehidupan. Semoga kemerdekaan hakiki Indonesia akan benar-benar terwujud, entah kapan. Semoga aku juga bisa merdeka, merdeka dari hawa nafsu, merdeka dari ego, merdeka dari apa saja, kecuali dari Tuhan Sang Pencipta.

Cairo, 20 Agustus 2008, pukul 02.59

Baca Selanjutnya...!...

Duh, Sya'ban !

Saturday, August 16, 2008


Di malam temaram, ditingkahi lampu neon benderang, aku bertadabbur, bertafakkur bersama lembaran-lembaran kuning bertuliskan huruf-huruf hija'iyyah membentuk gugusan kata mengandung makna.

Aku memandangi sambil sesekali menyelami dan mengarungi samudra nilai yang terkandung dalam teks-teks keagamaan itu. Aku temukan mutiara, aku padukan warna-warna dalam nuansa khilaf-perbedaan pendapat.

Ada yang bilang teks-teks dalam kertas-kertas kuning itu tak sampai kepada sang Rosul sehingga nilainya menjadi tak sempurna.Jika demikian, itu berarti mengada-ada !? Ada juga yang meyakini dan mengamininya, bahwa selama tak menyentuh area-area kudus nan paten, ajaran itu tak menjadi dosa, karena semua dilandasi niat tulus mengharap Ridlo-Nya.

Biarlah mereka berselisih faham. Yang jelas perdebatan itu akan terus berlangsung, dan kita berhak memilih jalan kita masing-masing.

Adalah malam Nisfu Sya'ban, sebagaimana termaktub dalam rangkaian huruf-huruf hija'iyyah itu, dimana Nabi yang mulia tersungkur panjang dalam sujud tengah malamnya, memanjatkan do'a serta puja-puja kepada Sang Maha Kuasa."Sebuah malam istimewa" tuturnya. "Sebab pada malam ini Allah turun ke langit bumi memandangi hamba-hambanya yang sedang beraktifitas. Bagi yang minta pengampunan maka akan diampuni, dan bagi yang minta kasih sayang akan dikasihi. Sementara bagi para pendengki, Tuhan akan mengakhirkan nasib mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan" lanjut Nabi dalam sabdanya.(Disarikan dari Hadits Imam al-Baihaqi dari Aisyah RA)

Ah, sebuah bulan yang sering terlupakan namun menyimpan keagungan.Sya'ban yang terhimpit Rajab dan Ramadhan. Maka apakah kita termasuk yang melupakan? Atau akan menyambutnya dengan suka cita, melalui do'a-do'a yang teriring mesra, dalam syahdu malam pengampunan!

"Tuhan, Ampunilah segala dosa, dan temukanlah kami dengan Ramadhan-Mu yang mulia!"

Kairo, 16 Agustus 2008 M/15 Sya'ban 1429 H

Baca Selanjutnya...!...

BELAJAR BERBASIS ALAM

Friday, August 15, 2008

"Melejitkan Prestasi melalui Kegiatan Ekstra Kampus"
Oleh: M. Luthfil Anshori*


Prolog
Ada sebuah opini yang menyatakan, bahwa "upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan belajar akan menjadi terlalu penting jika hanya diserahkan pada dunia persekolahan (formal) saja!". Ungkapan ini muncul bukan hanya sebatas bualan kosong yang tanpa sebab. Namun jauh daripada itu, pernyataan tersebut keluar sebagai bentuk respon atas mandulnya berbagai lembaga pendidikan formal dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Maka sudah saatnya kita berusaha untuk menggugat peran dunia persekolahan, termasuk universitas, dan menggugah peran serta seluruh komponen masyarakat dari berbagai bidang dan tingkatannya untuk senantiasa meningkatkan kemampuan belajar masing-masing.

Aksi "menggugat" yang dimaksudkan di sini nampaknya akan lebih pas jika diletakkan pada konteks bagaimana kita melakukan "reformat paradigma belajar kita", bukan "berdemo menuntut perubahan kurikulum atau sistem pendidikan yang ada". Dengan demikian, pada kesempatan kali ini penulis tidak hendak "menggugat" lembaga pendidikan di mana kita belajar (al-Azhar maupun universitas lainnya), namun akan mencoba memberi tawaran solusi guna peningkatan prestasi akademis melalui sistem Belajar Berbasis Alam (BBA).


Sekilas tentang Belajar Berbasis Alam
Sub-judul ini mungkin masih terkesan ambigu. Oleh sebab itu, sebelum melangkah pada pembahasan yang lebih praktis-aplikatif, di sini penulis akan menjelaskan makna dari BBA. Sebetulnya, penulis sendiri tidak tahu entah dari mana istilah itu muncul. Namun tiba-tiba begitu saja ia ada dan terbersit ketika penulis memikirkan alam Mesir yang sungguh "kaya". Kaya yang dimaksud bukan berarti sumber daya alam yang melimpah, namun lebih kepada kekayaan khazanah keilmuan yang termanifestasikan oleh begitu banyaknya perpustakaan, tokoh-tokoh pemikir berkelas internasional, juga dimensi-dimensi lain yang menambah gemerlap alam intelektual negeri para nabi ini.

Sebab lain yang mungkin mengilhami kemunculan istilah BBA adalah menyeruaknya kembali file lama yang pernah tersimpan di alam ingatan, bahwa konon penulis sempat membaca sebuah resensi buku yang diadopsi dari negeri Sakura, Jepang, tentang "sekolah berbasis alam" yang mulai diejawantahkan di sana. Entah siapa pencetus dan penggagasnya penulis tidak begitu ingat, namun secara substansi, sistem sekolah yang ditawarkan adalah bagaimana mengajak siswa untuk lebih akrab dengan alam, sekaligus menjadikannya spirit untuk melakukan kegiatan belejar mengajar.

Sejauh ini, sebagian besar sekolah hanya mengedepankan sistem belajar in-door saja yang cenderung statis dan membosankan. Akibatnya, tidak sedikit dari siswa yang patah semangat atau malas-malasan untuk belajar. Menyikapi fenomena tersebut akhirnya muncul sebuah gagasan bagaimana menciptakan sebuah sistem belajar yang enjoy dan mengasyikkan, tanpa mengurangi substansi materi pembelajaran. Nah, oleh sebab itulah sekolah berbasis alam itu muncul di Jepang dengan menawarkan format yang “seimbang” antara kegiatan belajar in-door dan out-door.

Bertolak dari konsep sekolah tersebut, penulis ingin mencoba mengadopsinya untuk dapat diterapkan dan diujicobakan dalam ranah Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir). Maksudnya, bahwa sistem perkuliahan di Mesir yang bisa jadi kurang representatif akan mengakibatkan hal yang sama sebagaimana dijelaskan di atas, yaitu berakibat pada kejenuhan dan penurunan prestasi belajar. Maka dari itu, untuk menanggulangi stagnasi belajar Masisir di bangku kuliah, perlu kiranya kita memberikan tawaran solusi dan menggugah kembali gairah belajar Masisir melalui konsep Belajar Berbasis Alam.

Kenapa penulis lantas memilih istilah "belajar" dan bukan "sekolah"? Sebab kata "belajar" akan memberikan kesan lebih mendalam ketimbang "sekolah", karena pada dasarnya manusia terlahir sebagai "kaum pembelajar". Dan, tentu saja aktifitas serta proses belajar akan terdistorsi jika hanya kita letakkan pada konteks pembelajaran formal yang dilaksanakan di bebalik sekat-sekat tembok bangunan sekolah.

Menemukan Kembali Arti Belajar
Banyak orang beranggapan bahwa "belajar" itu identik dengan "sekolah". Jadi ketika berbicara tentang "wajib belajar" mereka memaknainya sebagai "wajib sekolah". Dengan demikian, "belajar" adalah urusan "anak sekolahan", bukan urusan orang tua, orang dewasa, bukan pula urusan orang yang sudah bekerja atau masyarakat pada umumnya. Maka "belajar" itu urusan "anak-anak" dan dunia "persekolahan".

Tentu saja hal ini tidak benar. Sebab setelah menelisik lebih jauh tentang makna belajar yang dikemukakan beberapa tokoh pendidikan, kita mampu menyimpulkan bahwa belajar adalah, "proses pertumbuhan dan/atau perubahan, agar tahu (knowledge), agar mau (attitude), agar bisa (skills) dan agar berhasil (performance)".

Lalu karena manusia menempati posisi sentral dari proses pembelajaran, maka pengertian belajar juga bisa dipahami sebagai, "proses perubahan dan/atau pertumbuhan manusia dari keadaannya yang semula potensial (human being) menjadi aktual (being human)". Atau, "proses pemanusiawian manusia agar ia menjadi manusia sepenuhnya (fully human being)". (Andrias Harefa: Gradien 2003)

Maka kesimpulannya, bahwa kegiatan belajar merupakan proses berkesinambungan sejak manusia lahir hingga mati (…minal mahdi ilal lahdi [al-hadits]). Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim kita dituntut untuk dapat lebih dalam menghayati makna belajar secara utuh, sehingga mampu mewujudkan cita-cita terbesar diutusnya manusia ke bumi, yaitu sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga dan memakmurkannya.

Piranti-piranti BBA
A. Bumi Mesir
Secara geografis, Mesir memang mempunyai konstruk alam yang cukup keras dan menantang. Di samping itu musim yang dikandung bumi ini juga cukup merepotkan bagi sebagian mahasiswa asing, khususnya mahasiswa Indonesia yang lebih terbiasa dengan dua musim saja. Meskipun demikian, hal itu akan tidak terasa ketika kita menyadari dimensi-dimensi lain yang dimiliki negeri ini. Sebut saja dalam bidang peradaban dan budaya, Mesir sebagai negeri tua menyimpan kekayaan sejarah dan peradaban yang begitu beraneka. Lalu dalam bidang keilmuan, Mesir adalah gudangnya. Oleh sebab itu tak salah jika ada yang menyebut "Misr ummu ad-dun’ya!".

Mari secara lebih spesifik kita melihat Mesir dari dimensi keilmuan. Di Kairo saja, sedikitnya kita akan dengan mudah menemukan 5 perpustakaan besar yang menyimpan segudang khazanah literatur klasik maupun modern. Sebut saja Perpustakaan al-Azhar, Perpustakaan Umum Mubarak, Perpustakaan Qaherah Kubra, Darul Kutub dan Perpustakaan IIIT. Di perpustakaan-perpustakaan tersebut kita bisa menemukan beratus bahkan beribu manuskrip, mikro film, buku-buku umum, sciense, keislaman, hingga pada risalah-risalah magister maupun doktoral (thesis dan disertasi).

Di samping itu, Mesir juga mempunyai beragam lembaga dan instansi yang menawarkan berbagai kegiatan budaya maupun ilmiah yang tentunya bisa kita akses untuk dapat berpartisipasi di dalamnya. Secara lebih dekat mari kita melihat masjid al-Azhar, yang selalu membuka kegiatan ad-dars al-ilmi atau talaqqi hingga daurah shaifiyyah dan lain sebagainya. Dan melalui media elektronik, kita juga bisa memanfaatkan siaran-siaran radio Mesir dalam rangka menambah wawasan serta kemampuan bahasa kita. Sesungguhnya begitu banyak piranti yang disuguhkan bumi para nabi ini, yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas belajar kita.

B. Dunia Masisir
Begitu banyak organisasi yang bermunculan di ranah Masisir. Namun apakah wujud dan aktifitasnya telah selaras dengan visi dan misi seorang akademisi? Mari kita telusuri bersama… Akhir-akhir ini, khususnya paska Lokakarya yang diselenggarakan oleh KBRI Kairo, roda perjalanan organisasi Masisir sedikit banyak mengalami perubahan arah. Ya, meskipun diamini atau tidak, kesadaran dan keprihatinan akan minimnya kualitas belajar Masisir telah menjadi perhatian bersama. Maka dari itu, muncullah berbagai inovasi dan kreasi dari beberapa organisasi (termasuk di dalamnya PPMI) untuk menggalakkan kembali ghirah belajar Masisir. Lagi-lagi belajar yang dimaksud di sini adalah belajar dalam arti luas, yang meliputi bidang akademis maupun non-akademis.

Beberapa kegiatan positif tersebut antara lain adalah daurah lughawiyyah, workshop peningkatan skill dalam bidang tertentu, sekolah menulis terpadu, lomba-lomba bernuansa ilmiah, pelatihan metodologi riset dan lain sebagainya. Dalam tataran praksis, kegiatan-kegiatan tersebut sebagian sudah dilaksanakan dan sebagian lainnya masih dalam proses penggodokan. Namun ketika kita menengok kembali realita yang ada di kalangan Masisir, kegiatan-kegiatan semacam itu belum atau masih kurang diminati secara menyeluruh. Akan tetapi hal itu wajar, karena semuanya memang membutuhkan proses, waktu dan ketelatenan.

Intinya, pada ruas ini penulis ingin menyampaikan bahwa, alangkah indah jika seandainya aktifitas organisasi Masisir bisa ditata ulang sedemikian rupa, bahkan kalau perlu di-upgrade sehingga mampu berjalan selaras dengan tuntutan zaman yang ada. Maka secara moril, penulis sendiri sangat mendukung jika kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas bisa lebih ditingkatkan lagi, sehingga mampu memberikan bekal tambahan yang lebih kepada Masisir dalam rangka menyongsong tantangan zaman yang semakin menggila.

Aplikasi Konsep
Setelah sama-sama tahu akan potensi yang tersedia, baik di bumi Mesir secara umum maupun di dunia Masisir secara khusus, setidaknya kita perlu sadar bahwa hal itu akan menjadi sia-sia jika tidak kita manfaatkan sebaik-baiknya. Mesir yang disebut-sebut sebagai gudang ilmu tak akan berarti apa-apa jika kita yang berada di dalamnya hanya diam saja di rumah tanpa mau bergerak mendatangi lumbung-lumbung ilmu itu. Mari kita tanya pada diri masing-masing, sudahkan kita mengunjungi perpustakaan-perputakaan tersebut? Sudahkan kita menggerakkan kaki untuk mencari dan mendatangi para tokoh dan masyâyikh guna menimba ilmu dari mereka? Sudahkah kita berusaha untuk mencari informasi-informasi tentang penyelenggaraan seminar-seminar ilmiah yang diadakan oleh berbagai instansi Mesir? Dan sejauh mana kepekaan kita, sejauh mana daya adaptasi kita dalam merespon alam sekeliling kita yang sebenarnya "kaya"?

Sistem perkuliahan al-Azhar boleh dibilang kuno dan ketinggalan zaman. Lalu apakah ketika kita tidak bisa menerimanya lantas langsung putus asa? Bukankah di luar, di alam Mesir ini masih menyuguhkan berbagai menu menarik lainnya yang bisa kita cicipi? Sungguh ironis ketika ada sebuah pepatah, "ayam mati di lumbung padi". Tentu kita semua tidak menginginkan hal itu. Maka jawabannya, mari kita bergerak, mari kita melangkah, mengenali alam di mana tempat kita tinggal. Jika kita telah mendapati bahwa alam sekeliling kita sungguh "kaya" dan mempesona, mengapa kita tidak berusaha mengambil sedikit kekayaannya?

Alhasil, ketika kita menemukan jenuh dan sesak di balik tembok-tembok perkuliahan, mari kita menyatu dengan alam luar yang lebih luas dan melapangkan. Kita ambil spirit darinya, lalu kita jadikan ramuan untuk dapat menggerakkan syaraf-syaraf kita mengarungi samudra keilmuan. Jika kita rela mengeluarkan uang 3 Pound untuk chatting di warnet selama dua jam, mengapa kita tidak mengeluarkan uang yang sama untuk sampai ke perpustakaan-perpustakaan, atau ke tempat-tempat talaqqi, ke seminar-seminar, ke nadwah-nadwah, atau ke tempat-tempat bersejarah, dan lain sebagainya!?

Adapun tugas organisasi Masisir, di samping menyelenggarakan kegiatan-kegiatan positif bernuansa ilmiah (dalam hal ini bisa dilaksanakan oleh kelompok-kelompok kajian maupun senat dan almamater) dalam rangka mendukung prestasi akademis, perlu kiranya organisasi Masisir mengusahakan untuk mencari informasi tentang kegiatan-kegiatan ilmiah yang diselenggarakan instansi-instansi Mesir kepada khalayak Masisir. Dengan demikian, arus informasi akan selalu berkesinambungan sehingga aktifitas pun menjadi dinamis dan lebih bermakna.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, yakni masalah kemampuan bahasa Masisir yang lemah, berbagai organisasi Masisir (sebagai poros gerak dinamika sekaligus civitas akademika ke-2 setelah kampus) hendaknya menggalakkan kembali diksusi-diskusi atau halaqah-halaqah lughawiyyah yang akan bermanfaat dalam mendukung prestasi di kampus. Sebab menurut hemat penulis, lemahnya kemampuan bahasa (khususnya Arab) sungguh menjadi keprihatinan tersendiri yang harus disadari oleh semua fihak. Bukankah ironis ketika ada seorang alumni Timur tengah yang pulang ke tanah air tapi diminta berbicara bahasa Arab saja belepotan!? Maka dari itu, hendaknya organisasi-organisasi Masisir (bukan hanya PPMI) mampu menjadi promotor dalam rangka mewujudkan gerakan sadar berbahasa di kalangan Masisir.

Di samping penguatan bahasa Arab sebagai basis utama untuk menjalani proses studi di Mesir, kemampuan bahasa lain juga perlu ditingkatkan. Dan menurut pengamatan penulis, sejauh ini telah ada beberapa organisasi yang membuka kursus-kursus bahasa, mulai dari Inggris, Perancis, hingga Jepang. Tentunya hal semacam ini merupakan langkah positif yang perlu ditingkatkan lagi, mengingat peta percaturan dunia global yang semakin menuntut kompetensi personal dalam berbagai bidang.

Epilog
Nah, dengan demikian, ketika kita telah sama-sama menyadari bahwa ruang gerak kita untuk belajar tidak hanya terbatas pada sekat-sekat ruang kuliah, dan setelah kita sama-sama memahami bahwa hakikat manusia adalah sebagai kaum pembelajar (learning being), serta jika kita memahami mengapa kita harus belajar, maka kita akan dapat belajar dalam situasi dan kondisi apapun.

Masisir, dalam ranah belajar mempunyai dua ruang yang bisa sama-sama dimanfaatkan guna mendukung prestasi, yaitu ruang kuliah formal dan alam di luar kuliah (baik bumi Mesir maupun dunia kecil organisasi Masisir). Dengan demikian, Masisir diharapkan mampu mensinergikan dua potensi tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas hidup selama menempuh studi di bumi kinanah ini.

Walhasil, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa menempatkan bangunan sekolah dan universitas sebagai lokasi-lokasi yang paling ideal bagi proses pembelajaran merupakan suatu kekeliruan yang berakibat fatal. Maka sekali lagi kita perlu menyadari, bahwa seharusnya kita menempatkan proses pembelajaran dalam konteks sekolah kehidupan. Yaitu sebuah sekolah yang dimenej langsung oleh Tuhan Sang Pencipta Alam, yang di dalamnya menyimpan segudang ilmu dan pengetahuan yang maha luas dan lapang. Semoga, kita mampu memanfaatkan alam sekeliling kita untuk sama-sama berproses menuju manusia yang sebenar-benarnya, bermetamorfosis menuju kesempurnaan yang didambakan! Amin. Wallahu a'lam!

*Mahasiswa tingkat akhir fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir al-Azhar Uviversity

Baca Selanjutnya...!...

Do'a Malam untuk Seseorang...!


...
(dan) aku hanya mampu berdoa;
semoga...
embun-embun suci sedia membasuh segala resahmu
sehingga kembali jernih, terang mengiring laju
dan, kau akan tetap bersinar
walau di kegelapan malam yang pekat
menapaki hidup, dalam pelukan rahmat !

Kutengadahkan dua tangan yang hina nan lemah
mencoba melambai menyalami langit-langit,
agar dibukakan pintunya,
sehingga do'a ini bisa meniti tangga-tangga 'Arasy-Nya
hingga sampai ke singgasana Maha Diraja !

"Tuhan, jagalah ia, dekaplah selalu dalam cinta-kasih-Mu,
sehingga ia bahagia, lapang dan nyaman dalam melakoni setiap episode,
yang Kau siapkan untuknya..!" Amiin..!

Selamat malam, nice dream....!
semoga,
esok hari kau kembali tersenyum secerah mentari !

Tidurlah...letakkan segala gundah dan beban,
sehingga kau menjadi ringan, menapaki jarak yang masih panjang !

(Kota Tua, 01/7/08)

Baca Selanjutnya...!...

Karena Hidup adalah Pilihan !?

Thursday, August 07, 2008


Menanggapi pertanyaan kawan Bala yang beberapa waktu lalu mengisi di shoutbox, beliau menanyakan tentang abstraksi yang saya tulis di header blog. "Apa artinya; hidup di dunia kita memilih, di akhirat kita dipilih!" Maka dalam catatan kali ini saya ingin sedikit mengupas tentang terjemahan dari kalimat tersebut.

Jujur saya katakan, bahwa pertama kali saya mendapat kalimat tersebut dari sebuah pesan yang dituliskan oleh salah satu teman sekelas saya dalam buku rememberance angkatan kami. Meskipun kalimat tersebut telah ia tulis pada tahun 2004 ketika kami lulus dari Madrasah Aliyah (MAKN Surakarta), namun saya baru ngeh dan mendapatinya begitu bermakna ketika saya telah sampai ke Mesir. Kebetulan saya membawa buku itu dan sesekali ketika rindu menghinggapi saya buka-buka lagi buku kenangan tersebut sembari mengingat-ingat memory masa SMA. Begitu indah, berwarna dan membekas di lubuk hati. Masa-masa yang tak kan pernah terlupakan sepanjang hidup.

Ya, "hidup di dunia kita memilih!". Sebagaimana hak asasi setiap manusia, bahwa ia mempunyai kebebasan dalam memilih. Memilih apa saja yang ia kehendaki dan sesuai dengan isi hati. Tentu saja, dunia ini penuh dengan pilihan-pilihan. Pilihan di sini meliputi hamper seluruh aspek kehidupan; mulai dari agama dan keyakinan; hingga pilihan-pilihan yang bersifat teknis, seperti memilih tempat sekolah/belajar, memilih jabatan, memilih pekerjaan, memilih pasangan dan lain sebagainya. Intinya, bahwa dunia ini ibarat ladang/sawah, yang kita bebas hendak menanaminya apa saja! Entah dengan bibit unggul atau bibit biasa, entah dengan usaha maksimal atau usaha sekedarnya! Walhasil, di dunia kita masih berkesempatan untuk memilih apa saja, yang tentunya masing-masing mengandung konsekuensi yang harus siap diterima.

Nah, kemudian, "di akhirat kita dipilih!". Tentu saja! Karena di sana (menurut keterangan teks-teks al-Qur'an dan Sunnah) manusia akan dihisab sesuai dengan apa yang telah ia pilih dan ia kerjakan selama di dunia. Maka di alam ini manusia tak berkesempatan untuk memilih, karena hasil yang akan ia dapatkan adalah sesuai dengan apa yang ia tanam. Manusia juga tak bisa melakukan pembelaan. Sebab mulut akan terkunci, dan yang akan bicara adalah seluruh indera yang melaporkan setiap aktivitasnya selama di dunia. Maka intinya, di akhirat Allahlah yang akan memilih dan menentukan, apakah seseorang akan masuk surga atau neraka!

Walhasil, dari sedikit penjabaran di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dunia adalah alam pilihan, sementara akhirat adalah alam kepastiannya. "ad-dun`ya mazra'atul akhiroh!". Dunia adalah ladang bercocok tanam yang hasilnya akan diterima ketika telah berada di akhirat. Maka dari itu, "karena hidup di dunia adalah memilih dan di akhirat kita dipilih!", tentunya selama di dunia kita diharapkan mampu memilih hal-hal yang baik sehingga di kelak kemudian hari kita akan dipilih. Ya, dipilih kembali sebagai hamba yang meneguhkan pengabdiaanya, bukan hamba yang mengingkari janji agungnya ketika masih di gua garba ibu: "balaa syahidna!". Konon, segenap manusia dipilih untuk terlahir ke dunia setelah menyatakan sumpah itu. Namun dalam aplikasinya di dunia, banyak dari mereka yang lupa atau mengingkari. Maka semoga ketika diakhirat nanti kita kembali terpilih karena termasuk para hamba yang senantiasa mengingat dan menjalankan janji setianya ketika masih di gua garba para ibunya! Wallahu a'lam!
_Kairo, Jum'at, 8 Agustus 2008

Baca Selanjutnya...!...

Puing-puing Ironi Tanah Pertiwi

Saturday, August 02, 2008


Puing 1: Di rumah-rumah
Aku melihat rumah-rumah gelap
Entah terlalu rapat tersekat tembok-tembok kuat,
Atau karena tak ada minyak untuk sekedar menyalakan misykat?
Di rumah-rumah pekat;
Entah yang terbangun di atas batu
Atau yang berdiri ditopang kayu, hanya bambu.
Tak ada cahaya, hanya serpihan-serpihan fatamorgana yang menjadi aktifitas keseharian.

Aku mendapati rumah-rumah gelisah
Entah yang di dalamnya bergelimang harta,
Atau mungkin sebaliknya, seakan tak ada nasi se-piring-pun
Sehingga tak nampak unsur senyawa,
bahkan embun tak lagi membasuh atap-atapnya di pagi buta.
Ohh...yang kelebihan kekayaan gelisah untuk kehilangan,
Yang penuh ketiadaan takut akan kematian,
mereka kelaparan!

Aku memandangi rumah-rumah bodoh itu
Entah yang penghuninya belajar tapi untuk menipu,
Atau yang memang tak pernah belajar karena tak mampu beli buku.
Rumah-rumah bodoh para penipu, di dalamnya tersusun strategi untuk menang sendiri, jaya sendiri, makmur sendiri,
pintar tapi bodoh,
Karena telah merakit dinamit untuk diri sendiri.
Sementara rumah si miskin kering kerontang,
Bahkan untuk beli bacaan, mengisi perut tiap hari saja kesulitan!
Lambat laun mereka semua akan mati,
Hanya menanti hari![]


Puing 2: Di kantor-kantor
Pertama, mereka berjuang mendapat kursi;
entah karena mampu, atau hanya nafsu?
Kedua, ada yang berhasil ada yang gagal;
yang berhasil tasyakuran atau berpesta pora,
yang gagal menangis seakan jatah rizkinya terkikislah sudah.
Ketiga; yang diterima lantas berlupa,
yang ditolak memilih putus asa.
Keempat; yang lolos mencuri uang dari balik kursinya,
Yang tersingkir menjadi pencopet di bus-bus kota.
Dan kelima; yang mendapat hasil curian banyak tetap aman, nyaman juga sentousa menduduki kursinya,
yang hasilnya hanya tak seberapa digebuki masa hingga akhir hayatnya.
Celaka![]


Puing 3: Di rumah-rumah Ibadah
Musibah...!
Rumah-rumah ibadah tak lagi suci
Rumah-rumah ibadah telah ternodai
Siapa yang mengotori?
Siapa yang mencemari?
Apakah karena iblis berhasil menerobos?
Ataukah penghuninya telah menjelma lain sebentuk benalu?
Menumpang sembari menggerogoti?

Imamnya tak ikhlas memimpin jama'ah
Dalam hatinya protes sebab tak cukup kafa'ah.
Khatibnya riya' dalam menyampaikan khutbah
Membanggakan akal, mulut dan suaranya.
Makmumnya hanya diam dan manggut-manggut
Padahal sembahyangnya tak khusyuk,
juga apa yang didengar tak masuk.

---
Ohh, para penghuni rumah-rumah Tuhan yang tak berke-Tuhan-an !?
Mereka hanya mampir
Mereka hanya parkir
Menyandarkan fikir yang keruh
Mendaratkan seribu amarah yang membuncah.
Ahh, mereka begitu pongah di setiap jengkal tanah
Mereka terlalu congkak berbekal setitik nikmat.
Do'a-do'a, puja-puji dilantunkan untuk kepentingan sendiri,
Agar Tuhan tak mengujinya lagi,
Sudah! Mereka hanya ingin mandiri
Karena setelah keluar dari pintu-pintu rumah ibadah,
Mereka tak ingin kembali lagi untuk yang kedua kali,
Sudah cukup dengan usaha sendiri mereka akan berdikari.
Sudah... aku tak butuh kau lagi,
Dan... kosong lagi...
sepi kembali...![]

Puing 4: Di jalan-jalan
Jalan itu untuk kemudahan
Jalan itu untuk sampai ke tujuan.

Tapi jalan-jalan itu sekarang penuh kesulitan
Yang ada hanya olah kepentingan; yang penting aku senang, yang jelas aku tak takut kemiskinan, biarpun orang-orang lain berteriak hingga kehausan.
Berjejal kesumpekan; arak-arakan manusia, deretan kemogokan, bahkan sengaja diblokir, atau siapa mau lewat harus tanda tangan!
Hingga butuh waktu sangat lama untuk meraih tujuan
Atau bahkan tak akan sampai
Karena telah kehabisan bahan bakar
Lalu mati di tengah jalan
Menjadi tumbal atas ulah kebodohan.[]


Puing 5: Di mal-mal, di pasar, swalayan dan pertokoan
Di tempat-tempat itu, adalah pos-pos dimana dijual produk-produk kecantikan, pakaian, makanan, mainan-mainan beserta segenap produk fisik yang penuh kesementaraan.

Di tempat-tempat itu, manusia rela membayar berapa saja untuk sekedar menghadirkan tampilan luar yang memesona dan elok dipandang mata.

Ya, adalah produk-produk tangan manusia yang dicipta untuk kehancuran mereka sendiri. Sebab ketika mata mereka melihat, yang muncul adalah nafsu, rasa ingin memiliki yang berlebihan. Sebab ketika mereka silau dan tergiur, maka yang terjadi adalah samar dan buta.

Kali ini mereka lupa, bahwa yang mereka ingini bukanlah hakekat dan keabadian. Namun hanya fatamorgana dan kefanaan.

Ya, meskipun bagi sang pabrik, sang pengrajin dan sang pekerja adalah sekedar mempertahankan hidup dari binasa percaturan dunia; agar dapat makan, agar dapat memberi makan. Namun bagi sang konsumen, sang pembeli dan sang pengagum produk-produk keduniaan adalah ujian, cobaan, bahkan jebakan.

Entahlah, duniapun menjadi bingar, tak jelas warna; mana yang putih, mana yang hitam![]



Puing 6: Di kampus-kampus
Dahulu, aku mengira kampus-kampus adalah tempat menimba ilmu
Ya, mungkin karena darinya kakek-nenek dan bapak-ibuku menjadi berbudi dan berilmu.

Kemarin, aku melihat para mahasiswa bangkit dari kursi belajarnya untuk menggugat kebiadaban dan menghentikan kebodohan-kebodohan.
Lalu mereka berparade di sepanjang jalan meneriakkan hak-hak.
Kemudian mereka berorasi memperjuangkan nasib rakyat kecil,
walau entah berhasil, atau hanya dianggap malaikat kecil yang suka usil menggoda urusan para dewa!!??

Sekarang, aku menyaksikan mereka tawuran,
saling adu hantam satu sama lain.
Entah apa yang mereka perjuangkan, apakah harga diri atau hanya menuruti emosi dan tipu daya para aktor berjas putih di gedung-gedung megah!?[]



Puing 7: Di istana
Di istana mereka hanya berfoya-foya
Di istana mereka saling memperkaya
Di istana mereka makan-minum sepuasnya
Dan ketika keluar, mereka meneriakkan janji sorga: "Kami akan memperjuangkan nasib rakyat, mengentaskan kemiskinan, memberantas korupsi, mencerdaskan bangsa melalui peningkatan taraf pendidikan, memberikan subsidi demi meringankan beban, dan...dan..."
Sekembali mereka ke istana,
telinga menjadi tuli,
dan matapun telah ngantuk,
"Ahh... lebih baik tidur! Toh tak ada PR yang harus dipikirkan dan dikerjakan!".

Munafik![]


_Sabdapena17, Kairo: Jum'at pagi, 06 Juni 2008.

Baca Selanjutnya...!...