BELAJAR BERBASIS ALAM

Friday, August 15, 2008

"Melejitkan Prestasi melalui Kegiatan Ekstra Kampus"
Oleh: M. Luthfil Anshori*


Prolog
Ada sebuah opini yang menyatakan, bahwa "upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan belajar akan menjadi terlalu penting jika hanya diserahkan pada dunia persekolahan (formal) saja!". Ungkapan ini muncul bukan hanya sebatas bualan kosong yang tanpa sebab. Namun jauh daripada itu, pernyataan tersebut keluar sebagai bentuk respon atas mandulnya berbagai lembaga pendidikan formal dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Maka sudah saatnya kita berusaha untuk menggugat peran dunia persekolahan, termasuk universitas, dan menggugah peran serta seluruh komponen masyarakat dari berbagai bidang dan tingkatannya untuk senantiasa meningkatkan kemampuan belajar masing-masing.

Aksi "menggugat" yang dimaksudkan di sini nampaknya akan lebih pas jika diletakkan pada konteks bagaimana kita melakukan "reformat paradigma belajar kita", bukan "berdemo menuntut perubahan kurikulum atau sistem pendidikan yang ada". Dengan demikian, pada kesempatan kali ini penulis tidak hendak "menggugat" lembaga pendidikan di mana kita belajar (al-Azhar maupun universitas lainnya), namun akan mencoba memberi tawaran solusi guna peningkatan prestasi akademis melalui sistem Belajar Berbasis Alam (BBA).


Sekilas tentang Belajar Berbasis Alam
Sub-judul ini mungkin masih terkesan ambigu. Oleh sebab itu, sebelum melangkah pada pembahasan yang lebih praktis-aplikatif, di sini penulis akan menjelaskan makna dari BBA. Sebetulnya, penulis sendiri tidak tahu entah dari mana istilah itu muncul. Namun tiba-tiba begitu saja ia ada dan terbersit ketika penulis memikirkan alam Mesir yang sungguh "kaya". Kaya yang dimaksud bukan berarti sumber daya alam yang melimpah, namun lebih kepada kekayaan khazanah keilmuan yang termanifestasikan oleh begitu banyaknya perpustakaan, tokoh-tokoh pemikir berkelas internasional, juga dimensi-dimensi lain yang menambah gemerlap alam intelektual negeri para nabi ini.

Sebab lain yang mungkin mengilhami kemunculan istilah BBA adalah menyeruaknya kembali file lama yang pernah tersimpan di alam ingatan, bahwa konon penulis sempat membaca sebuah resensi buku yang diadopsi dari negeri Sakura, Jepang, tentang "sekolah berbasis alam" yang mulai diejawantahkan di sana. Entah siapa pencetus dan penggagasnya penulis tidak begitu ingat, namun secara substansi, sistem sekolah yang ditawarkan adalah bagaimana mengajak siswa untuk lebih akrab dengan alam, sekaligus menjadikannya spirit untuk melakukan kegiatan belejar mengajar.

Sejauh ini, sebagian besar sekolah hanya mengedepankan sistem belajar in-door saja yang cenderung statis dan membosankan. Akibatnya, tidak sedikit dari siswa yang patah semangat atau malas-malasan untuk belajar. Menyikapi fenomena tersebut akhirnya muncul sebuah gagasan bagaimana menciptakan sebuah sistem belajar yang enjoy dan mengasyikkan, tanpa mengurangi substansi materi pembelajaran. Nah, oleh sebab itulah sekolah berbasis alam itu muncul di Jepang dengan menawarkan format yang “seimbang” antara kegiatan belajar in-door dan out-door.

Bertolak dari konsep sekolah tersebut, penulis ingin mencoba mengadopsinya untuk dapat diterapkan dan diujicobakan dalam ranah Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir). Maksudnya, bahwa sistem perkuliahan di Mesir yang bisa jadi kurang representatif akan mengakibatkan hal yang sama sebagaimana dijelaskan di atas, yaitu berakibat pada kejenuhan dan penurunan prestasi belajar. Maka dari itu, untuk menanggulangi stagnasi belajar Masisir di bangku kuliah, perlu kiranya kita memberikan tawaran solusi dan menggugah kembali gairah belajar Masisir melalui konsep Belajar Berbasis Alam.

Kenapa penulis lantas memilih istilah "belajar" dan bukan "sekolah"? Sebab kata "belajar" akan memberikan kesan lebih mendalam ketimbang "sekolah", karena pada dasarnya manusia terlahir sebagai "kaum pembelajar". Dan, tentu saja aktifitas serta proses belajar akan terdistorsi jika hanya kita letakkan pada konteks pembelajaran formal yang dilaksanakan di bebalik sekat-sekat tembok bangunan sekolah.

Menemukan Kembali Arti Belajar
Banyak orang beranggapan bahwa "belajar" itu identik dengan "sekolah". Jadi ketika berbicara tentang "wajib belajar" mereka memaknainya sebagai "wajib sekolah". Dengan demikian, "belajar" adalah urusan "anak sekolahan", bukan urusan orang tua, orang dewasa, bukan pula urusan orang yang sudah bekerja atau masyarakat pada umumnya. Maka "belajar" itu urusan "anak-anak" dan dunia "persekolahan".

Tentu saja hal ini tidak benar. Sebab setelah menelisik lebih jauh tentang makna belajar yang dikemukakan beberapa tokoh pendidikan, kita mampu menyimpulkan bahwa belajar adalah, "proses pertumbuhan dan/atau perubahan, agar tahu (knowledge), agar mau (attitude), agar bisa (skills) dan agar berhasil (performance)".

Lalu karena manusia menempati posisi sentral dari proses pembelajaran, maka pengertian belajar juga bisa dipahami sebagai, "proses perubahan dan/atau pertumbuhan manusia dari keadaannya yang semula potensial (human being) menjadi aktual (being human)". Atau, "proses pemanusiawian manusia agar ia menjadi manusia sepenuhnya (fully human being)". (Andrias Harefa: Gradien 2003)

Maka kesimpulannya, bahwa kegiatan belajar merupakan proses berkesinambungan sejak manusia lahir hingga mati (…minal mahdi ilal lahdi [al-hadits]). Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim kita dituntut untuk dapat lebih dalam menghayati makna belajar secara utuh, sehingga mampu mewujudkan cita-cita terbesar diutusnya manusia ke bumi, yaitu sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga dan memakmurkannya.

Piranti-piranti BBA
A. Bumi Mesir
Secara geografis, Mesir memang mempunyai konstruk alam yang cukup keras dan menantang. Di samping itu musim yang dikandung bumi ini juga cukup merepotkan bagi sebagian mahasiswa asing, khususnya mahasiswa Indonesia yang lebih terbiasa dengan dua musim saja. Meskipun demikian, hal itu akan tidak terasa ketika kita menyadari dimensi-dimensi lain yang dimiliki negeri ini. Sebut saja dalam bidang peradaban dan budaya, Mesir sebagai negeri tua menyimpan kekayaan sejarah dan peradaban yang begitu beraneka. Lalu dalam bidang keilmuan, Mesir adalah gudangnya. Oleh sebab itu tak salah jika ada yang menyebut "Misr ummu ad-dun’ya!".

Mari secara lebih spesifik kita melihat Mesir dari dimensi keilmuan. Di Kairo saja, sedikitnya kita akan dengan mudah menemukan 5 perpustakaan besar yang menyimpan segudang khazanah literatur klasik maupun modern. Sebut saja Perpustakaan al-Azhar, Perpustakaan Umum Mubarak, Perpustakaan Qaherah Kubra, Darul Kutub dan Perpustakaan IIIT. Di perpustakaan-perpustakaan tersebut kita bisa menemukan beratus bahkan beribu manuskrip, mikro film, buku-buku umum, sciense, keislaman, hingga pada risalah-risalah magister maupun doktoral (thesis dan disertasi).

Di samping itu, Mesir juga mempunyai beragam lembaga dan instansi yang menawarkan berbagai kegiatan budaya maupun ilmiah yang tentunya bisa kita akses untuk dapat berpartisipasi di dalamnya. Secara lebih dekat mari kita melihat masjid al-Azhar, yang selalu membuka kegiatan ad-dars al-ilmi atau talaqqi hingga daurah shaifiyyah dan lain sebagainya. Dan melalui media elektronik, kita juga bisa memanfaatkan siaran-siaran radio Mesir dalam rangka menambah wawasan serta kemampuan bahasa kita. Sesungguhnya begitu banyak piranti yang disuguhkan bumi para nabi ini, yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas belajar kita.

B. Dunia Masisir
Begitu banyak organisasi yang bermunculan di ranah Masisir. Namun apakah wujud dan aktifitasnya telah selaras dengan visi dan misi seorang akademisi? Mari kita telusuri bersama… Akhir-akhir ini, khususnya paska Lokakarya yang diselenggarakan oleh KBRI Kairo, roda perjalanan organisasi Masisir sedikit banyak mengalami perubahan arah. Ya, meskipun diamini atau tidak, kesadaran dan keprihatinan akan minimnya kualitas belajar Masisir telah menjadi perhatian bersama. Maka dari itu, muncullah berbagai inovasi dan kreasi dari beberapa organisasi (termasuk di dalamnya PPMI) untuk menggalakkan kembali ghirah belajar Masisir. Lagi-lagi belajar yang dimaksud di sini adalah belajar dalam arti luas, yang meliputi bidang akademis maupun non-akademis.

Beberapa kegiatan positif tersebut antara lain adalah daurah lughawiyyah, workshop peningkatan skill dalam bidang tertentu, sekolah menulis terpadu, lomba-lomba bernuansa ilmiah, pelatihan metodologi riset dan lain sebagainya. Dalam tataran praksis, kegiatan-kegiatan tersebut sebagian sudah dilaksanakan dan sebagian lainnya masih dalam proses penggodokan. Namun ketika kita menengok kembali realita yang ada di kalangan Masisir, kegiatan-kegiatan semacam itu belum atau masih kurang diminati secara menyeluruh. Akan tetapi hal itu wajar, karena semuanya memang membutuhkan proses, waktu dan ketelatenan.

Intinya, pada ruas ini penulis ingin menyampaikan bahwa, alangkah indah jika seandainya aktifitas organisasi Masisir bisa ditata ulang sedemikian rupa, bahkan kalau perlu di-upgrade sehingga mampu berjalan selaras dengan tuntutan zaman yang ada. Maka secara moril, penulis sendiri sangat mendukung jika kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas bisa lebih ditingkatkan lagi, sehingga mampu memberikan bekal tambahan yang lebih kepada Masisir dalam rangka menyongsong tantangan zaman yang semakin menggila.

Aplikasi Konsep
Setelah sama-sama tahu akan potensi yang tersedia, baik di bumi Mesir secara umum maupun di dunia Masisir secara khusus, setidaknya kita perlu sadar bahwa hal itu akan menjadi sia-sia jika tidak kita manfaatkan sebaik-baiknya. Mesir yang disebut-sebut sebagai gudang ilmu tak akan berarti apa-apa jika kita yang berada di dalamnya hanya diam saja di rumah tanpa mau bergerak mendatangi lumbung-lumbung ilmu itu. Mari kita tanya pada diri masing-masing, sudahkan kita mengunjungi perpustakaan-perputakaan tersebut? Sudahkan kita menggerakkan kaki untuk mencari dan mendatangi para tokoh dan masyâyikh guna menimba ilmu dari mereka? Sudahkah kita berusaha untuk mencari informasi-informasi tentang penyelenggaraan seminar-seminar ilmiah yang diadakan oleh berbagai instansi Mesir? Dan sejauh mana kepekaan kita, sejauh mana daya adaptasi kita dalam merespon alam sekeliling kita yang sebenarnya "kaya"?

Sistem perkuliahan al-Azhar boleh dibilang kuno dan ketinggalan zaman. Lalu apakah ketika kita tidak bisa menerimanya lantas langsung putus asa? Bukankah di luar, di alam Mesir ini masih menyuguhkan berbagai menu menarik lainnya yang bisa kita cicipi? Sungguh ironis ketika ada sebuah pepatah, "ayam mati di lumbung padi". Tentu kita semua tidak menginginkan hal itu. Maka jawabannya, mari kita bergerak, mari kita melangkah, mengenali alam di mana tempat kita tinggal. Jika kita telah mendapati bahwa alam sekeliling kita sungguh "kaya" dan mempesona, mengapa kita tidak berusaha mengambil sedikit kekayaannya?

Alhasil, ketika kita menemukan jenuh dan sesak di balik tembok-tembok perkuliahan, mari kita menyatu dengan alam luar yang lebih luas dan melapangkan. Kita ambil spirit darinya, lalu kita jadikan ramuan untuk dapat menggerakkan syaraf-syaraf kita mengarungi samudra keilmuan. Jika kita rela mengeluarkan uang 3 Pound untuk chatting di warnet selama dua jam, mengapa kita tidak mengeluarkan uang yang sama untuk sampai ke perpustakaan-perpustakaan, atau ke tempat-tempat talaqqi, ke seminar-seminar, ke nadwah-nadwah, atau ke tempat-tempat bersejarah, dan lain sebagainya!?

Adapun tugas organisasi Masisir, di samping menyelenggarakan kegiatan-kegiatan positif bernuansa ilmiah (dalam hal ini bisa dilaksanakan oleh kelompok-kelompok kajian maupun senat dan almamater) dalam rangka mendukung prestasi akademis, perlu kiranya organisasi Masisir mengusahakan untuk mencari informasi tentang kegiatan-kegiatan ilmiah yang diselenggarakan instansi-instansi Mesir kepada khalayak Masisir. Dengan demikian, arus informasi akan selalu berkesinambungan sehingga aktifitas pun menjadi dinamis dan lebih bermakna.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, yakni masalah kemampuan bahasa Masisir yang lemah, berbagai organisasi Masisir (sebagai poros gerak dinamika sekaligus civitas akademika ke-2 setelah kampus) hendaknya menggalakkan kembali diksusi-diskusi atau halaqah-halaqah lughawiyyah yang akan bermanfaat dalam mendukung prestasi di kampus. Sebab menurut hemat penulis, lemahnya kemampuan bahasa (khususnya Arab) sungguh menjadi keprihatinan tersendiri yang harus disadari oleh semua fihak. Bukankah ironis ketika ada seorang alumni Timur tengah yang pulang ke tanah air tapi diminta berbicara bahasa Arab saja belepotan!? Maka dari itu, hendaknya organisasi-organisasi Masisir (bukan hanya PPMI) mampu menjadi promotor dalam rangka mewujudkan gerakan sadar berbahasa di kalangan Masisir.

Di samping penguatan bahasa Arab sebagai basis utama untuk menjalani proses studi di Mesir, kemampuan bahasa lain juga perlu ditingkatkan. Dan menurut pengamatan penulis, sejauh ini telah ada beberapa organisasi yang membuka kursus-kursus bahasa, mulai dari Inggris, Perancis, hingga Jepang. Tentunya hal semacam ini merupakan langkah positif yang perlu ditingkatkan lagi, mengingat peta percaturan dunia global yang semakin menuntut kompetensi personal dalam berbagai bidang.

Epilog
Nah, dengan demikian, ketika kita telah sama-sama menyadari bahwa ruang gerak kita untuk belajar tidak hanya terbatas pada sekat-sekat ruang kuliah, dan setelah kita sama-sama memahami bahwa hakikat manusia adalah sebagai kaum pembelajar (learning being), serta jika kita memahami mengapa kita harus belajar, maka kita akan dapat belajar dalam situasi dan kondisi apapun.

Masisir, dalam ranah belajar mempunyai dua ruang yang bisa sama-sama dimanfaatkan guna mendukung prestasi, yaitu ruang kuliah formal dan alam di luar kuliah (baik bumi Mesir maupun dunia kecil organisasi Masisir). Dengan demikian, Masisir diharapkan mampu mensinergikan dua potensi tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas hidup selama menempuh studi di bumi kinanah ini.

Walhasil, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa menempatkan bangunan sekolah dan universitas sebagai lokasi-lokasi yang paling ideal bagi proses pembelajaran merupakan suatu kekeliruan yang berakibat fatal. Maka sekali lagi kita perlu menyadari, bahwa seharusnya kita menempatkan proses pembelajaran dalam konteks sekolah kehidupan. Yaitu sebuah sekolah yang dimenej langsung oleh Tuhan Sang Pencipta Alam, yang di dalamnya menyimpan segudang ilmu dan pengetahuan yang maha luas dan lapang. Semoga, kita mampu memanfaatkan alam sekeliling kita untuk sama-sama berproses menuju manusia yang sebenar-benarnya, bermetamorfosis menuju kesempurnaan yang didambakan! Amin. Wallahu a'lam!

*Mahasiswa tingkat akhir fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir al-Azhar Uviversity

0 Komentar: