Puing-puing Ironi Tanah Pertiwi

Saturday, August 02, 2008


Puing 1: Di rumah-rumah
Aku melihat rumah-rumah gelap
Entah terlalu rapat tersekat tembok-tembok kuat,
Atau karena tak ada minyak untuk sekedar menyalakan misykat?
Di rumah-rumah pekat;
Entah yang terbangun di atas batu
Atau yang berdiri ditopang kayu, hanya bambu.
Tak ada cahaya, hanya serpihan-serpihan fatamorgana yang menjadi aktifitas keseharian.

Aku mendapati rumah-rumah gelisah
Entah yang di dalamnya bergelimang harta,
Atau mungkin sebaliknya, seakan tak ada nasi se-piring-pun
Sehingga tak nampak unsur senyawa,
bahkan embun tak lagi membasuh atap-atapnya di pagi buta.
Ohh...yang kelebihan kekayaan gelisah untuk kehilangan,
Yang penuh ketiadaan takut akan kematian,
mereka kelaparan!

Aku memandangi rumah-rumah bodoh itu
Entah yang penghuninya belajar tapi untuk menipu,
Atau yang memang tak pernah belajar karena tak mampu beli buku.
Rumah-rumah bodoh para penipu, di dalamnya tersusun strategi untuk menang sendiri, jaya sendiri, makmur sendiri,
pintar tapi bodoh,
Karena telah merakit dinamit untuk diri sendiri.
Sementara rumah si miskin kering kerontang,
Bahkan untuk beli bacaan, mengisi perut tiap hari saja kesulitan!
Lambat laun mereka semua akan mati,
Hanya menanti hari![]


Puing 2: Di kantor-kantor
Pertama, mereka berjuang mendapat kursi;
entah karena mampu, atau hanya nafsu?
Kedua, ada yang berhasil ada yang gagal;
yang berhasil tasyakuran atau berpesta pora,
yang gagal menangis seakan jatah rizkinya terkikislah sudah.
Ketiga; yang diterima lantas berlupa,
yang ditolak memilih putus asa.
Keempat; yang lolos mencuri uang dari balik kursinya,
Yang tersingkir menjadi pencopet di bus-bus kota.
Dan kelima; yang mendapat hasil curian banyak tetap aman, nyaman juga sentousa menduduki kursinya,
yang hasilnya hanya tak seberapa digebuki masa hingga akhir hayatnya.
Celaka![]


Puing 3: Di rumah-rumah Ibadah
Musibah...!
Rumah-rumah ibadah tak lagi suci
Rumah-rumah ibadah telah ternodai
Siapa yang mengotori?
Siapa yang mencemari?
Apakah karena iblis berhasil menerobos?
Ataukah penghuninya telah menjelma lain sebentuk benalu?
Menumpang sembari menggerogoti?

Imamnya tak ikhlas memimpin jama'ah
Dalam hatinya protes sebab tak cukup kafa'ah.
Khatibnya riya' dalam menyampaikan khutbah
Membanggakan akal, mulut dan suaranya.
Makmumnya hanya diam dan manggut-manggut
Padahal sembahyangnya tak khusyuk,
juga apa yang didengar tak masuk.

---
Ohh, para penghuni rumah-rumah Tuhan yang tak berke-Tuhan-an !?
Mereka hanya mampir
Mereka hanya parkir
Menyandarkan fikir yang keruh
Mendaratkan seribu amarah yang membuncah.
Ahh, mereka begitu pongah di setiap jengkal tanah
Mereka terlalu congkak berbekal setitik nikmat.
Do'a-do'a, puja-puji dilantunkan untuk kepentingan sendiri,
Agar Tuhan tak mengujinya lagi,
Sudah! Mereka hanya ingin mandiri
Karena setelah keluar dari pintu-pintu rumah ibadah,
Mereka tak ingin kembali lagi untuk yang kedua kali,
Sudah cukup dengan usaha sendiri mereka akan berdikari.
Sudah... aku tak butuh kau lagi,
Dan... kosong lagi...
sepi kembali...![]

Puing 4: Di jalan-jalan
Jalan itu untuk kemudahan
Jalan itu untuk sampai ke tujuan.

Tapi jalan-jalan itu sekarang penuh kesulitan
Yang ada hanya olah kepentingan; yang penting aku senang, yang jelas aku tak takut kemiskinan, biarpun orang-orang lain berteriak hingga kehausan.
Berjejal kesumpekan; arak-arakan manusia, deretan kemogokan, bahkan sengaja diblokir, atau siapa mau lewat harus tanda tangan!
Hingga butuh waktu sangat lama untuk meraih tujuan
Atau bahkan tak akan sampai
Karena telah kehabisan bahan bakar
Lalu mati di tengah jalan
Menjadi tumbal atas ulah kebodohan.[]


Puing 5: Di mal-mal, di pasar, swalayan dan pertokoan
Di tempat-tempat itu, adalah pos-pos dimana dijual produk-produk kecantikan, pakaian, makanan, mainan-mainan beserta segenap produk fisik yang penuh kesementaraan.

Di tempat-tempat itu, manusia rela membayar berapa saja untuk sekedar menghadirkan tampilan luar yang memesona dan elok dipandang mata.

Ya, adalah produk-produk tangan manusia yang dicipta untuk kehancuran mereka sendiri. Sebab ketika mata mereka melihat, yang muncul adalah nafsu, rasa ingin memiliki yang berlebihan. Sebab ketika mereka silau dan tergiur, maka yang terjadi adalah samar dan buta.

Kali ini mereka lupa, bahwa yang mereka ingini bukanlah hakekat dan keabadian. Namun hanya fatamorgana dan kefanaan.

Ya, meskipun bagi sang pabrik, sang pengrajin dan sang pekerja adalah sekedar mempertahankan hidup dari binasa percaturan dunia; agar dapat makan, agar dapat memberi makan. Namun bagi sang konsumen, sang pembeli dan sang pengagum produk-produk keduniaan adalah ujian, cobaan, bahkan jebakan.

Entahlah, duniapun menjadi bingar, tak jelas warna; mana yang putih, mana yang hitam![]



Puing 6: Di kampus-kampus
Dahulu, aku mengira kampus-kampus adalah tempat menimba ilmu
Ya, mungkin karena darinya kakek-nenek dan bapak-ibuku menjadi berbudi dan berilmu.

Kemarin, aku melihat para mahasiswa bangkit dari kursi belajarnya untuk menggugat kebiadaban dan menghentikan kebodohan-kebodohan.
Lalu mereka berparade di sepanjang jalan meneriakkan hak-hak.
Kemudian mereka berorasi memperjuangkan nasib rakyat kecil,
walau entah berhasil, atau hanya dianggap malaikat kecil yang suka usil menggoda urusan para dewa!!??

Sekarang, aku menyaksikan mereka tawuran,
saling adu hantam satu sama lain.
Entah apa yang mereka perjuangkan, apakah harga diri atau hanya menuruti emosi dan tipu daya para aktor berjas putih di gedung-gedung megah!?[]



Puing 7: Di istana
Di istana mereka hanya berfoya-foya
Di istana mereka saling memperkaya
Di istana mereka makan-minum sepuasnya
Dan ketika keluar, mereka meneriakkan janji sorga: "Kami akan memperjuangkan nasib rakyat, mengentaskan kemiskinan, memberantas korupsi, mencerdaskan bangsa melalui peningkatan taraf pendidikan, memberikan subsidi demi meringankan beban, dan...dan..."
Sekembali mereka ke istana,
telinga menjadi tuli,
dan matapun telah ngantuk,
"Ahh... lebih baik tidur! Toh tak ada PR yang harus dipikirkan dan dikerjakan!".

Munafik![]


_Sabdapena17, Kairo: Jum'at pagi, 06 Juni 2008.

1 Komentar:

Sabdapena said...

terimakasih juga buat mas Faisol yang sudah mau berkomentar. Dan terima kasih juga infonya...!