Ling-Lung!

Wednesday, November 26, 2008

kemarin
baru saja aku melihat
mahluk putih berpetuah
kepalaku manggut-manggut;
simbol sepakat.

lalu hari ini
tak ada lagi yang kulihat
hitam pekat
kepalaku geleng-geleng;
aku kembali tersesat.

dan, esok
aku tak tau,
kemana lagi kepalaku akan bergerak!

mataku, fikirku, hatiku
berharap sosok-sosok putih
pembawa madu!

datanglah
bicaralah
sesering
selalu!


Kairo, 27 November 2008

Baca Selanjutnya...!...

LIBURAN ?

Tuesday, November 25, 2008

Suatu ketika aku membaca sebuah tulisan
mengungkapkan kebahagiaan saat liburan,
kenikmatan yang membebaskan
untuk bercengkrama bersama alam
tak lagi disekat tembok-tembok bangunan.
Ya, di negeriku sekolah-sekolah jarang liburan,
kalaupun ada liburan tak sampai berbulan.

Sementara di sini,
di negeri yang saat ini kudiami
liburan berbulan-bulan,
dan ketika pintu-pintu perkuliahan sudah dibukakan
aku masih terus liburan
tak ada bedanya antara liburan dan tak liburan
rasanya sama saja
selalu membebaskan,
aku bebas berkeliaran bersama alam,
atau hanya berdiam
sambil membaca tulisan-tulisan.

Di negeriku sedikit liburan,
masuk sekolah setiap pagi hingga petang,
namun kenapa masih banyak kebodohan??
Mungkin karena orang sepertiku selalu liburan!?

Kairo, 25 November 2008

Baca Selanjutnya...!...

Angka Takdir

Saturday, November 22, 2008

Dahulu aku menganggap angka-angka
adalah simbol belaka.
Kemudian aku berpindah anggapan
ketika angka melambangkan harapan.

Angka 15,
nomer absenku ketika kelas 3 SMA
aku anggap keramat karena cinta.
Ya, sebab di kelas sebelah
ada seorang siswi bernomor absen sama,
aku mengaguminya,
sebatas pemuja rahasia.

Hingga saatnya tiba,
aku benar percaya
angka-angka takdir
bertebaran di semak-belukar dunia
mencari siapa saja
memberi sial, atau bahagia?

Kairo, 22 November 2008

Baca Selanjutnya...!...

Mushaf-Mushaf Berdebu

Monday, November 17, 2008


(1)
Di negeri pasir
angin sering berdesir.

Di negeri gurun
hujan jarang turun.

Karena angin mendesir
dan hujang mengering,
pasir-pasir hambur,
lembut dan tipis serupa debu.

Di negeri para nabi
isi-isi Mushaf dihafal,
dibaca di mana saja,
di bis-bis, angkutan kota, hingga kereta tua.

Namun di kamarku
di sebuah flat sederhana negeri menara seribu
kujumpai Mushaf-Mushaf berdebu
menatapku sinis, membuatku malu!

"Kenapa kau tak menyentuhku? Apalagi membacaku!"[]

Kairo, 16 November 2008
.............................

(2)
Aku melihat kaum Muslim bertengkar
bukan gara-gara harta maupun tahta
mereka berselisih tentang sumber agama
satu sisi al-Qur'an dibela sekaligus dipuja
di sisi lain ada yang meragukan keasliannya
namun anehnya, mereka tak mendekat,
tak menyelam, justru memilih berdiri di luar
di sebuah tempat yang mereka elukan
sebagai titik obyektivitas
karena dengan demikian mereka baru bisa berfikir jernih
aman dari tendensi kiri dan kanan.
mereka berlomba mencari titik kelemahan
mencibir agamanya sendiri
sementara Mushaf-Mushaf yang mereka beli,
hanya menjadi pajangan kebanggaan
yang lambat laun akan usang
dimakan debu yang garang.[]

Kairo, 17 November 2008.

Baca Selanjutnya...!...

RITUAL PECINTA GAGAL ?

Sunday, November 16, 2008


Sudah dua minggu lebih aku menjalani ritual ini. Sebuah ritual yang kujalani sendiri, diam-diam, tak diketahui orang lain di sekelilingku. Aku memang tak mau mereka tahu. Aku tak mau mereka tahu kalo aku sedang sedih. Sebab jika mereka tahu aku sedih mereka juga akan turut bersedih, minimal mereka tak nyaman menyaksikanku yang sedang terpuruk. Aku baru benar-benar merasakan bahwa kekuatan cinta tak hanya berpotensi membangun, tapi juga menghancurkan. Jika selama kurang lebih 3 tahun aku merasakan kekuatan cinta yang membangun, menopang dan menguatkan, kini aku merasakan cinta berbalik menyerang, mendobrak dan menghancurkanku berkeping-keping.

Pada awalnya aku berdalih bahwa ritual semacam ini bersifat normal. Yaitu sebagaimana yang dialami banyak orang ketika sedang patah hati. Oleh sebab itu, lagi-lagi waktu dua minggu ini aku tempuh dalam keadaan gontai. Jalanku tak tentu arah, bagai orang linglung, meskipun linglungku ini tak separah linglung seorang temanku ketika diputus oleh pacarnya. Namun secara jujur aku mengakui dan menyadari bahwa dalam tenggat waktu dua minggu ini ada perubahan psikis dalam diriku. Semacam rasa marah, rasa tak terima, meskipun pada waktu yang sama ada suara lain yang membisiku untuk bersikap dewasa dan menerima realita.

Waktu berjalan, terus berjalan tanpa henti. Aku masih belum tegak. Masih gontai, meskipun sedikit demi sedikit aku mencoba berdiri, menatap mentari yang selalu tersenyum di pagi hari. Membuatku malu. Mendorongku tuk terus berpacu. Aku tak boleh kalah hanya karena “cinta”. Oh, fikirku terus menerobos ke alam-alam yang masih begitu asing, mencoba mencari jawaban dan ketetapan. Siapa tahu hatiku bisa memperoleh tenang, menerima segala coba’an dengan segenap keridho’an.

Sesekali aku menangis, memang. Hanya dalam hati, tak sampai menitikkan air mata. Aku malu. Terutama pada Tuhanku. Sebab ketika berdosa saja aku tak menangis, bagaimana hanya karena cinta aku menangis. Memalukan! Aku mengutuki diriku sendiri. Mungkin dengan cara seperti ini aku bisa tersadar dan segera kembali ke alam yang terang. Ya, aku harus segera keluar dari kubangan ini. Sebuah lembah suram yang kubuat sendiri. Aku harus kembali berdiri, berlari mengejar mimpi. Mimpiku, mimpi kedua orang tuaku, mimpi kakek-nenekku, mimpi saudara-saudaraku.

Lalu akupun tersadar, bahwa menyembah sesuatu yang sementara pasti umurnya juga sementara. Akupun tersadar, bahwa cinta yang hakiki adalah cinta Sang Maha Pecinta. Ialah Tuhan yang akan selalu menerima cinta hamba-Nya dengan balasan cinta pula. Berbeda dengan manusia, yang tak jarang membalas cinta dengan benci, membalas sayang dengan ancaman dan membalas ketulusan dengan tuduhan. Aku menjadi semakin yakin, bahwa konsekuensi dari kesementaraan adalah kefanaan. Maka jika kita terlalu mementingkan dan memuja hal-hal yang sementara, niscaya ia hanya bersifat sementara. Ah, cinta manusia, bukankah itu hanya sementara? Akupun belum tahu, masihkah rasa cinta manusia di dunia kepada sesamanya akan terus terbawa hingga ke sorga?

Kini, aku hanya bisa berdo’a sembari berniat, semoga ke depan aku tak lagi tersesat di lorong cinta. Semoga aku bisa menjadikan episode ini sebagai pelajaran terbaik guna meretas hari esok. Semoga aku mampu menjalani hidup ini dengan cinta dan kasih sayang. Aku tak akan kapok untuk jatuh cinta lagi, dan aku tak akan takut terjatuh kembali. Sebab semuanya hanya misteri ilahi yang harus dijalani. Namun, semoga aku tak mengalami patah hati lagi. Sebab rasanya sakit tak terperi. Meski itu akan hilang bersama hari, namun bekas lukanya akan tetap ada. Walau sudah kering.[]

Cairo, Awal Musim Dingin, 16 November 2008.

Baca Selanjutnya...!...