Ramadhan dan Mukjizat Al-Qur`an

Tuesday, September 15, 2009

Suatu ketika, tatkala Ramadhan telah tiba, Rasulullah SAW berkata kepada para Sahabatnya: “Sungguh telah datang kepada kalian sebuah bulan penuh berkah, yang di dalamnya Allah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang (pahalanya) lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa mendapatkan keberkahannya, maka beruntunglah ia!” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)

Melalui sabda Nabi di atas, kita dapat memetik sebuah pelajaran akan keagungan bulan suci Ramadhan. Tak ada bulan lain yang keberkahannya melebihi Ramadhan. Ia ibarat seorang utusan dari Sang Maha Raja alam semesta untuk mendatangi rakyatnya dengan membawa sebongkah hadiah dan cindera mata. Namun, hadiah itu barangkali tersembunyi di dalam sebuah kotak tertutup yang dibawa serta oleh sang utusan. Sehingga, tak semua orang bisa melihat dan mengetahui maksud kedatangannya. Alhasil, di antara para rakyat ada yang menyambutnya penuh suka-cita dan penghormatan, adapula yang acuh tak acuh terhadapnya.

Demikian pula potret Ramadhan. Bagi yang mengetahui kadar keagungannya, ia akan berusaha mengoptimalkan setiap usaha untuk meraup berkahnya. Tapi yang tak tahu akan nilai penting Ramadhan, hanya akan membiarkannya berlalu begitu saja. Tatkala Ramadhan pergi, ia justru bahagia karena kembali bisa makan dan minum kapan saja. Tapi bagi golongan pertama, mereka akan bersedih hati ditinggal pergi sang Ramadhan.

Sejatinya, nilai keagungan Ramadhan terangkup dalam beribu dimensi yang dikandungnya. Tak semuanya mampu kita ketahui, karena keterbatasan manusia dalam memahami misteri-misteri ilahi. Namun, setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik dari bulan suci ini. Antara lain adalah; wujud kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya, pembelajaran dalam ranah kehidupan sosial maupun personal, ajang penyucian hati dan jiwa, sekaligus peluang untuk mengimplementasikan rasa syukur atas nikmat Tuhan yang tiada pernah terbilang.

Di samping itu, ada poin penting lain yang dapat kita petik dari kehadiran Ramadhan. Yaitu sebuah peristiwa agung dalam sejarah umat Islam, nuzulul Qur`an. Ramadhan mendapatkan kemuliaan berlipat-lipat karena di dalamnya al-Qur`an diturunkan. Sebuah mukjizat abadi yang tak lekang dilindas zaman.

Allah SWT berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya al-Qur`an diturunkan, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan (sebagai) pembeda (antara yang benar dan yang bathil.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Maka, tatkala al-Qur`an diturunkan pertama kali di bulan Ramadhan, kita perlu membersihkan diri dari hal-hal yang keji, menyucikan hati dan jiwa, guna menyambut sebuah hari dimana sepucuk kitab suci diturunkan ke muka bumi. Mengingat keagungan kitab itu, kita patut menyambutnya penuh kelapangan; dengan meninggalkan makanan dan minuman, kemudian membacanya penuh penghayatan dan kekhusyu’an seakan-akan setiap ayat yang kita baca baru saja diturunkan dari ‘arasy keagungan-Nya.

Selain itu kita juga dianjurkan untuk mendengarkan ayat-ayat itu dibacakan. Menyimak dengan penuh konsentrasi, bahwa kita tengah mendengarkan susunan kalam ilahi yang penuh makna. Dengan demikian kita akan sampai pada derajat kemurnian hati dan kejernihan fikiran. Tatkala mendengar ayat al-Qur`an dibacakan, kita membayangkan bahwa seakan-akan kita menyimaknya langsung dari Rasulullah. Bahkan, kita bembayangkan bahwa ayat-ayat itu sedang dibacakan oleh sang penyampai wahyu, Jibril As. Dengan demikian kita mampu menyerap keagungannya, lalu berusaha menjalankan ajaran-ajarannya.

Maka melalui dimensi Ramadhan ini, sangat perlu kiranya bagi kita untuk kembali memaknai arti penting mukjizat al-Qur`an. Bahwa ia adalah kitab suci yang diturunkan di bulan suci dari Dzat Yang Maha Suci. Al-Qur`an diturunkan sebagai kitab petunjuk (hudan). Sebuah buku pedoman yang selalu relevan di setiap zaman. Namun, akankah hikmah itu bisa kita rasakan, jika kita masih enggan bertadarus al-Qur`an, mentadabburinya, lalu mengamalkannya?

Ramadhan laksana sebuah ladang yang begitu subur. Maka barangsiapa mau bercocok tanam di dalamnya; dengan memperbanyak amal kebajikan, bersedekah, dzikir, tadarus al-Qur`an dan lain sebagainya, maka ia akan memetik buahnya di akhirat kelak. Terlebih, di bulan Ramadhan ada malam Lailatul Qadar, yang barangsiapa menjumpainya dengan dibarengi amal kesalehan, ia akan mendapatkan keberuntungan tiada tara. “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr [97]: 3). Wallâhu a’lam.

Baca Selanjutnya...!...

Bulan Bertabur Cinta

Membincang Ramadhan erat kaitannya dengan cinta dan kasih sayang. Bagaimana tidak(?), Allah Swt. sendiri telah memilihnya sebagai bulan dimana kasih sayang-Nya ditumpahkan di seantero langit dan bumi.

Sepertiga pertama adalah bentuk awal dari cinta kasih Allah kepada para hamba-Nya (awwaluhû rahmah). Sementara sepertiga kedua adalah implementasi rasa cinta Allah dalam bentuk yang lebih besar, yaitu berupa ampunan (awsathuhu maghfirah). Adapun sepertiga terakhir adalah puncak ungkapan cinta Allah yang berupa penyelamatan dari api neraka (itqun minan nâr).

Ketiga ihwal di atas tiada lain adalah jelmaan-jelmaan kasih sayang Tuhan kepada para hamba-Nya yang ta’at dan ikhlas. Barangsiapa mampu meniti tangga-tangga hari di bulan Ramadhan dengan amal ibadah yang baik, maka anugrah terbesar akan ia dapatkan. Adakah yang lebih berharga dari cinta kasih Tuhan? Sebab jika Allah sudah mengasihi hamba-Nya, maka hanya sorga jaminannya.

Ramadhan sebagai bulan kasih sayang juga tercerminkan dalam pola interaksi sosial yang terjalin dalam masyarakat Islam. Baik si kaya maupun si miskin berada dalam posisi yang sama. Sama-sama merasakan derita haus dan lapar. Sama-sama membina hati untuk bersabar. Sama-sama menata niat untuk tawakkal.

Maka dalam kondisi seperti ini, akan muncul sebuah dorongan hati untuk saling berbagi. Yang kaya memberi yang miskin. Dan, yang miskin menerimanya sebagai bentuk derma & karunia. Dengan memberi, berarti si kaya telah melakukan sebuah implementasi kesyukuran atas anugrah Tuhan kepadanya. Dan, dengan menerima, si miskin juga telah bersyukur akan nikmat yang diterimanya, melalui tangan si kaya. Sungguh sebuah jalinan kasih sayang sesama muslim yang sinergis!

Di samping itu, bentuk cinta lain yang kita rasakan di sela-sela Ramadhan adalah “al-Qur`an”. Tak bisa dipungkiri, bahwa al-Qur`an merupakan salah satu wujud kasih sayang Tuhan. Ia adalah sekumpulan surat cinta Tuhan yang diturunkan kepada segenap manusia beserta alam semesta.

Al-Qur`an diturunkan pada malam keberkahan (innâ anzalnâhu fî lailatin mubârakah. [Ad-Dukhân: 3]). Malam keberkahan itu disebut malam Lailatul Qadar (innâ anzalnâhu fî lailatil qadr. [Al-Qadr: 1]). Dan malam Lailatul Qadar terdapat pada bulan Ramadhan (Syahru Ramadhân alladzî unzila fîhi al-Qur`ân...[Al-Baqarah: 185]).

Maka dengan firman-firman Allah ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran, betapa al-Qur`an diturunkan sebagai berkah dan kasih sayang, dari Dzat Yang Maha Penyayang, kepada seorang makhluk penyayang (Muhammad Saw.) dan diperuntukkan sebagai pedoman dan petunjuk bagi seluruh insan.

Adakah pahala yang lebih besar dari pahala malam Lailatul Qadar? Satu malam berbanding seribu bulan. Sementara umur manusia rata-rata tak sampai seribu bulan, yang jika kita hitung sepadan dengan 83 tahun. Umur Rasulullah saja hanya 63 tahun. Namun mengapa Allah memberikan peluang kepada setiap hamba untuk dapat beribadah dalam satu malam tapi diganjar seperti ibadah 1000 bulan/83 tahun? Bukankah ini adalah juga bentuk cinta yang sangat istimewa dari Dzat yang kasih sayang-Nya tiada pernah terbilang?

Maka mukjizat al-Qur`an yang hingga kini dan sampai kapanpun akan tetap terjaga nan abadi adalah sebongkah ungkapan cinta dari Tuhan. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan terhadap al-Qur`an. Apakah hanya sebatas kita baca ‘surat cinta’ itu? Atau kita baca sambil menghayati kandungan maknanya? Atau kita jadikan ia sebagai bekal termewah untuk meniti kehidupan dunia dan akhirat?

Jika pertanyaan pertama yang kita pilih, maka hanya dengan membacanya pun kita telah mendapatkan pahala. Bila kita memilih pertanyaan kedua, maka pahala dan hasilnya akan semakin banyak. Sebab, setelah kita memahami kandungan maknanya, kita akan beranjak mengamalkannya. Dan apabila pertanyaan ketiga yang kita tempuh, maka kebahagiaan hakiki akan kita raih.

Tapi ironisnya, jika kita justru acuh tak acuh terhadap surat-surat cinta itu. Jika membacanya saja enggan, maka bagaimana kita bisa mendapatkan cinta dari Dzat yang mengirim surat cinta itu? Dan jika demikian yang terjadi, berarti secara tidak langsung kita telah menolak cinta dan kasih sayang Tuhan yang sebenarnya dialamatkan kepada kita. Na’ûdzubillâh!

Dari beberapa deskripsi di atas, kita bisa menyimpulkan betapa Ramadhan adalah bulan bertabur cinta. Yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil saja dimensi cinta dan kasih sayang yang terangkup dalam madrasah Ramadhan. Masih banyak lagi bentuk kasih sayang lainnya yang bisa kita lihat dan rasakan. Maka dengan keutamaan yang seperti ini, akankah kita menyia-nyiakan Ramadhan?? Wallâhu a’lam.

Baca Selanjutnya...!...

S.a.j.a.d.a.h K.u.s.u.t !

Tuesday, September 01, 2009


Aku hamparkan sajadah kusutku di altar bumi-Mu
di tingkahi sinar temaram rembulan aku bersimpuh
mendongak langit lepas mengetuk 'arasy-Mu
menundukkan hati menyucikan ruh.

Meski telah berulangkali aku sujudi
tetap saja sajadahku menemani dalam munajat-munajat sunyi
ia tak kan pernah pensiun selama wujudnya masih utuh walau telah lusuh
sebab selama itu pula polah tingkahku terus berubah;
terkadang baik, terkadang buruk
maka ketika baik aku butuh sajadahku untuk bersyukur
dan ketika sedang buruk aku membutuhkannya sebagai penegur.

Sajadah lusuhku
meski fana sifatmu
tapi engkau penanda bagiku
dalam menempuh ta'at, mengusir maksiat.

Sajadahku,
bertahanlah untuk tetap maujud
menemaniku bersujud!!


Sabdapena,
Pojok Dukuh Segitiga, 01 September 2009, 05.19 AM.

Baca Selanjutnya...!...