Mencintaimu . . .

Wednesday, December 26, 2012

Aku ingin mencintaimu seperti hujan, yang menghidupkan kembali sang bumi setelah kekeringan. 

Aku ingin mencintaimu seperti awan, yang menghias langit sehingga lebih menawan. 
Aku ingin mencintaimu seperti angin, yang memberi kesejukan di saat peluh bercucuran. 
Aku ingin mencintaimu seperti matahari, yang setia pada cahaya . . .

.Solo, 26 Desember 2012.

Baca Selanjutnya...!...

Kembali ke Merah-Putih!

Friday, September 28, 2012

Kulihat kini,
ibumu menangis sepi,
menyaksikan drama pilu,
dalam bingkai liar amarahmu.

Kudengar lirih,
suara sendu ibumu,
meratapi sisa waktu,
bersama dentuman dahsyat nafsumu.

Kurekam gerak ibumu,
mencatatkan duka demi duka,
dalam lembar nestapa,
mengapa dan mengapa?

Anakku kini beranjak remaja,
namun mengapa tak semakin dewasa?
Anakku kini mengenyam pendidikan,
namun mengapa tak berperi-kemanusia-an?
Anakku kini mengenal teknologi,
namun mengapa tak berilmu tinggi?

Tangannya beku,
tak mampu lagi menggerakkan jemari,
disergap tanya tanpa koma.
Namun, lidahnya basah
mewiridkan harapan;
kembalilah,
menepi dari jalanan,
tanggalkan jubah kesombongan,
lalu merapat ke halaman-halaman,
tempat di mana sang saka dikibarkan,
lalu heningkan cipta,
temukan kesejatian,
bahwa yang harus kau genggam adalah pena,
bukan belati atau pedang,
bahwa yang harus kau bina bukanlah dendam,
namun persaudaraan dan perdamaian,
bukanlah kebencian yang membuantu maju,
namun kasih sayang dan kebersamaan.

Dia,
Ibu Pertiwimu,
Mengharapkanmu kembali,
ke merah-putih yang sejati,
berani dalam kebenaran,
suci dalam jernih hati yang menentramkan![]
*Solo, 28.09.2012, 22.20 P.M.

Baca Selanjutnya...!...

Engkau Keajaiban

Sunday, July 08, 2012

Engkau adalah teka-teki,
tak cukup aku membacamu sekali,
namun berkali-kali,
melewati lubang-lubang bahaya,
lalu terperosok ke dalamnya,
ketika aku salah memaknai.

Engkau adalah ujian,
penuh tantangan,
tak pantas bagi kemarahan untuk menang,
karena amarah seperti api.
Maka harus kukaji kembali,
tentang kesabaran yang pernah kulalui,
di hari-hari purbaku bersama senja.

Engkau adalah tanda,
yang mengisyaratkan sebuah kata,
namun kutak pandai membacanya,
sehingga aku diam dalam jeda,
menunggu dirimu menguraikannya.

Engkau adalah keajaiban,
yang mengajariku membaca,
menyulutkan api kemarahan,
menyiraminya air kesabaran,  
dan kesemuanya adalah tanda penuh makna,
yang harus kueja dengan cinta.[]


Asmadera, 25-12-11, 19.11.

Baca Selanjutnya...!...

Tentang Rasa, Dalam Sebingkai Tanya?

Malam beranjak kelam,
kala kutulis sajak ini.
Mengingatmu dalam lamunan,
menggerakkan jemariku untuk menari.

Ada sebentuk simbol yang tiba-tiba muncul, 
melukiskan suasana hati yang belum kukenali.
Kutatap langit, ia begitu cerah melempar senyuman penuh arti.
Rembulan pun terlihat begitu cantik bersanding mesra dengan bintang.
Apalagi, kunang-kurang yang redup-redam diam-diam datang,
turut menyampaikan pesan. 

Kutanyai hati tentang makna,
namun tak cukup jelas ia menafsirkan.
Kutanyai otak, namun ia tak kuasa melogika.
Abstrak. 
Namun dikatakan tak nampak, ia begitu nyata terasa.
Mungkin hanya mimpi-mimpi yang bisa menguraikan.
Sepenggal episode yang baru saja kualami.
Benarkah jika aku harus memahami,
atau cukup kunikmati saja rasa ini,
hingga waktu yang akan menjawabnya,
ketika sang surya telah datang
menyinari semesta,
sehingga nampak,
apa yang selama ini kutanya!?  
Tentang rasa,
yang ada,
dalam sepetak ruang hampa, 
dalam jiwa,
tanpa nama.

Asmadera, 19/04/2011. 22.40.

Baca Selanjutnya...!...