Kenapa?

Thursday, August 30, 2007


Kenapa harus berperang demi dunia
yang sebenarnya hanya fatamorgana?
kenapa tidak berperang untuk sorga
yang abadi kekal selamanya?

Kenapa para manusia lebih suka berjuang matimatian demi membela dirinya, organisasinya, dan kepentingannya
mereka lebih suka menggantungkan diri kepada sesuatu yang menjanjikan kesementaraan,
sementara kepada Dzat Yang Abadi dan menawarkan keabadian mereka abai?

entahlah,...
jawabannya mungkin karena manusia di dunia memang harus memilih, bukan dipilih
tapi keadaan mereka di akherat nanti dipilih, tak bisa memilih.
entahlah...manusia bodoh...manusia bebal...!
-gerbang tiga, 30 Agustus 2007

Baca Selanjutnya...!...

Memilih Pagi


Aku memilih pagi
mencari sepi, senyap dan murni.

Aku memilih pagi
menghindari gaduh, riuh dan polusi.

Aku memilih pagi
berkawan embun yang suci membasuh bumi
mengeja sepi-gaduh, senyap-riuh, murni dan polusi.
Di antaranya ada simfoni kehidupan yang harmoni
membentuk simpul-simpul sunnatullah
yang saling melengkapi.
sebab tanpa alam yang sepi, senyap, murni
aku akan bingung melabuhkan jiwa yang gaduh-riuh.
dan tanpa dunia yang berwarna penuh nuansa
kemana akan aku tumpahkan sunyi senyap hati yang dibalut sepi?

Aku memilih pagi untuk memulai hari
Bersama cicit-cuit burung yang ceria menyambut surya
setelah semalam suntuk bertekuk
dalam pekat malam yang tenggelam.
-Suq Sayyarat, 28 Agustus 2007.06.37 WK.

Baca Selanjutnya...!...

Elegi Diri Sendiri (Dimana Nasionalisme Itu?)

Monday, August 27, 2007


Aku sampai bingung hendak berucap apa.
Akupun tak tau hendak menuliskan apa.
Ooohh...Indonesiaku...!
Ooohh...Nusantaraku...!
Aku tak punya suara untuk berkata.
Aku tak punya pena untuk bersabda.
Aku hanya menangis, berkabung, dan terluka.
Melihat umurmu yang semakin tua,
namun rakyatmu tak kunjung dewasa.
-

Di malam tujuhbelasan ada perselisihan
Bukan aroma perjuangan yang harum-suci,
namun darah pertikaian yang anyir-najis.
teriakan-teriakan itu bukan lagi nasionalisme,
tapi kepentingan-kepentingan nafsu, suku, atau warna baju.
Entah apa yang terjadi di negeri asing ini
yang limaribu masyarakat Indonesia tinggal di dalamnya.
Sungguh naif,
Sungguh ironis.
Bumi para nabi menjadi gelanggang perseteruan para putra Pertiwi.
Serasa Fir'aun kembali ke tanah Musa,
merasuki jiwa para penerus bangsa
yang konon katanya sedang belajar agama.
-
Aku tak tau
Aku tak bisa
bibirku kelu
untuk berkata-kata.
maafkan aku Indonesiaku
Jika pada Dirgahayumu beberapa hari lalu
aku tak mampu mengeluarkan secuil komentar tentangmu,
bahkan sekedar do'a, harapan atau janji setia
Karena aku yang sedang pilu
melihat Merah-Putih berkibar letih.
-
Aku yang baru tersadar,
setelah sekian lama hanyut dalam kesedihan
sehingga mulut bungkam
tubuh layu
dan tinta beku.
ingin rasanya hari ini;
Sepuluh hari setelah ulang tahunmu yang ke enam puluh dua
Aku berucap sumbang dalam tangisan iba:
MERDEKA INDONESIA...!
DIRGAHARU NUSANTARA...!
Bersabar dan berdo'alah wahai Ibu Pertiwi
Nasionalisme anak bangsamu sedang diuji!
(Garden City-Cairo, 27 Agustus 2007)

Baca Selanjutnya...!...