Masihkah Manusia Menganggap Dunia Segalanya?

Sunday, January 27, 2008

Kematian demi kematian datang silih berganti
Bencana, musibah dan segala yang mampu memporandakan dunia semakin sering menimpa
Seorang bayi yang masih dalam belaian ibunya telah pulang kepada-Nya
Seorang pemuda yang tengah berjihad melawan setiap musim yang tak ramah di bumi kinanah telah kembali ke haribaan-Nya
Lalu orang-orang di belahan bumi lainnya masih sibuk dengan tipu-daya, perang dan kebiadaban
Pembantaian, perampokan, penindasan;
Yang merasa kuat membantai yang lemah,
Yang merasa miskin merampok si kaya
Yang kaya menindas si miskin dengan berbagai kelebihannya seraya bergaya;
Menutup telinga & mata, menaikkan harga, hingga memperbudaknya seperti tak berharga
Dan di negeriku, Air sudah mulai menunjukkan aksi; membanjiri, menghanyutkan, menenggelamkan, menghancurkan...
Semesta gonjang-ganjing
Paku-paku buminya tercerabut satu-persatu...


“Di saat-saat seperti ini, masihkah manusia menganggap dunia adalah segalanya?
Sesungguhnya hidup begitu singkat, karena mati bisa datang kapan saja..!”

_ Kairo, 13 Januari 2008.
(Teruntuk Aveena Syifa’ Hakim, aku belum sempat menjengukmu sejak engkau terlahir ke dunia, tapi kini aku sudah mengantarkan jenazahmu menuju pemberhentian akhir. Juga untuk Teuku Nizarli, Mahasiswa asal Aceh, Fak. Syari’ah Islamiah, Tk. 2 Univ. Al-Azhar, Semoga engkau tercatat sebagai Syahid fi sabilillah)


Baca Selanjutnya...!...

Cuap-Cuap..??!!

Saturday, January 19, 2008

Ujian
“Barangkali kehidupan adalah ujian itu sendiri”. Aku telah lama mewiridkan kalimat itu dalam setiap jengkal langkahku. Namun mampaknya itu hanya menjadi pedoman kosong yang belum terejawantahkan. Semuanya bisa menjadi ujian. Dan terkadang aku masih merasa tak nyaman dengan berbagai varian ujian. Khususnya ujian formal. Walaupun sebenarnya yang nonformal bisa jadi lebih mengerikan !?.

Cinta
Walau cinta tak berwujud, tapi ia selalu memberi nyawa atau bahkan mendatangkan bahaya?. Jika rindu tak kunjung berujung, justru dengan itu akan menjadi kekuatan. Terlalu larut dan membiarkan diri kosong dalam sepi adalah penyiksaan. Maka biarkan ruang hati tetap terbuka, lalu terisi, walau dalam sepi, niscaya cinta akan menemani dan memberi cahaya warnawarni.

Ruang sunyi hanya milik keteguhan. Bagi hati yang belum matang dalam ketetapan, justru sunyi hanya menjadi bumerang. Maka hati-hati dengan kekosongan, waspada terhadap kesunyian?.

Baca Selanjutnya...!...

Ujian oh Ujian; Renungan Lapang di Sela Kesempitan

Tuesday, January 15, 2008

Ujian menjelang ujian datang ujian menantang ujian lagi aku masuk ujian.
Dalam dingin dalam sepi dalam kesendirian dalam keramaian aku berjuang.
Melawan malas melawan beku otakku aku panas-panaskan dengan bacaan-bacaan.
Ragaku rapuh jiwaku rengkuh aku kuat-kuatkan aku semangat-semangatkan.
Kerena dengan ujian karena melewati ujian adalah satu-satunya keniscayaan,
Menuju masa depan menuju titik tingkatan yang telah diimpi-impikan.

Maka dalam ujian aku tekadkan dan dalam ujian aku terimakan,
Membagi-bagi waktuku dengan perencanaan mengisinya dengan penuh penghayatan.
Tidak pagiku tidak siangku tidak soreku tidak malamku tidak aku siakan.
Semuanya aku gunakan semuanya aku kerjakan semuanya aku manfaatkan.
Betapa detik betapa menit betapa jam sungguh berhargakan.
Dalam masa ujian aku seakan telah bisa ber`itba’ kepada Nabi, Sahabat, Tabi’in, Salafiyyin as-Sholihin, yang membagi malam-malam mereka menjadi tiga bagian;
Sepertiga pertama untuk belajar, sepertiga kedua untuk istirahat dan sepertiga terakhir untuk bermunajat.
Ohh...sungguh manfaat..!

Dalam ujian waktuku teratur dalam ujian hidupku normal.
Dalam ujian makanku teratur dalam ujian ibadahku tersentral.
Dalam ujian ragaku makmur karena otakku harus kerja lembur.
Dalam musim ujian dalam semangat ujian dalam rangka menempuh ujian ada latihan kedisiplinan, keteraturan, pemanfaatan dan penghayatan.
Karena dalam ujian dalam sudut-sudutnya aku temukan dimensi pelajaran, yang terbiaskan dalam ritus-ritus keseharian; kopi hangat, teh manis, susu segar, madu, jahe, cemilan ringan seadanya diiringi petikan gitar Flamenco dan Gypsy Kings yang lembut syahdu menemani hari-hari menyantap beratus hingga beribu halaman diktat.
Shalawat maktubah, shalat rawatib, masjid, wirid pagi-sore, qiyamul lail, shalat hajat, hingga puasa Senin-Kamis bahkan Daud, menambah kekhusyuan penghayatan akan beratnya ujian dalam proses pencapaian sebuah titik tuju yang didamba-dambakan.
Karena dalam posisi seperti ini manusia ibarat dalam medan perang, nyata, tidak lagi sebatas mimpi, karenanya mau tidak mau harus dijalani, dengan ikhtiar sebisanya, dengan segala daya dan usaha semampunya.

Maka dalam beberapa jenak peristirahatan aku menerawang
Haruskah setiap ujian diformalkan, bahkan ujian kehidupan dari Sang Maha Raja
Agar raportnya bisa segera diterimakan; entah dalam peralihan tahun atau di pergantian umur
Lalu dari situ akan ada evaluasi
Untuk mempertahankan, atau memperbaiki!?


Ohh...andai hari-hari biasaku bisa semanfaat hari-hari ujian !
Ohh...mungkin aku akan bisa sampai ke derajat makrifat ??
Atau setidaknya aku telah merefleksikan kesyukuran
Atas setiap nafas yang terhembus dan lalu terisi kembali tanpa harus membeli !.

Ujian menjelang ujian datang ujian menantang ujian lagi aku masuk ujian.
Dalam dingin dalam sepi dalam kesendirian dalam keramaian aku berjuang.
Melawan malas melawan beku otakku aku panas-panaskan dengan bacaan-bacaan.
Ragaku rapuh jiwaku rengkuh aku kuat-kuatkan aku semangat-semangatkan.
Kerena dengan ujian karena melewati ujian adalah satu-satunya keniscayaan,
Menuju masa depan menuju titik tingkatan yang telah diimpi-impikan.

Ohh...andai hari-hari ujian bisa mengilhami hari-hari biasaku seterusnya sepanjang hayatku...!

Ohh...Nawaitu Lillah !

_Cairo, 15 Januari 2008, 13.00 CLT_

Baca Selanjutnya...!...