Friday, October 06, 2006

ANTARA ILMU dan AIR

Laksana air, ilmupun sepertinya.
Jika kita tahu bahwa air itu mengalir,
Maka rasanya tidak terlalu berlebihan jika kita katakan ilmu juga mengalir.
Air akan mengalir menelusuri kawasan atau permukaan yang lebih rendah, semakin rendah posisi tanah maka air akan mengalir dengan tekanan yang lebih deras pula.
Cobalah sesekali kita melihat pemandangan air terjun, selain indah dipandang mata ia juga memberikan gambaran kepada kita betapa air mengalir begitu derasnya ke bawah, karena jarak antara permukaan awal ia mengalir dan perjatuhannya kebawah itu cukup jauh kedasar.

Dan ilmu, sebagaimana air, ia ditransformasikan dan dialirkan oleh sang guru kepada para muridnya. Apabila proses pengaliran itu pada level atau tataran yang sama (di sini bukan berarti bahwa keilmuan yang dimiliki oleh sang guru sama dengan muridnya, tapi lebih kepada kesombongan sang murid yang tinggi sehingga ia merasa sudah pintar) maka ilmu itu akan tersendat bahkan mungkin sampai pada posisi beku dan tidak bisa mengalir. Akan tetapi, apabila ilmu itu dialirkan dari guru yang notabene capable dalam keilmuannya kepada murid yang rendah diri dan merasa fakir akan ilmu, maka ilmu itu akan pula dapat mengalir lebih deras bahkan bisa sangat deras lalu mengendap dan ditampung oleh dasar hati dan otak.

Maka salah satu 'ibroh yang dapat dipetik dari analogi di atas adalah pembinaan dan pembelajaran sikap tawadhu' agar dapat dipahami sekaigus diterapkan dalam tataran praksis oleh para murid(tholibul 'ilmi) kepada para guru atawa masyayikhnya.
Sungguh yang patut menjadi poin bahan pemikiran akhir-akhir ini adalah mulai lunturnya sikap tawadhu' di kalangan para murid. Dan karenanya proses transformasi ilmu dapat terhambat. Hal ini tidak pula benar jika diterjemahkan dalam koridor kebekuan atau ketidakkritisan para murid terhadap guru dalam konteks kemeluluan sami'na wa atho'na. Tapi lebih condong pada ke'arifan jiwa yang sadar bahwa, kita ini sesungguhnya benar-benar fakir dibawah keluasan ilmu_Nya yang meliputi langit dan bumi.
Dengan demikian, sikap yang akan tercipta dari bias cahaya ke'arifan jiwa dan kerendahan hati tadi adalah sikap penghormatan yang setinggi-tingginya kepada para shohibul 'ilmi, tanpa meremehkan sekecil apapun ilmu yang ia miliki(karena ilmu itupun semuanya berasal dari Allah)ditambah lagi perasaan sadar atas segala keterbatasan dan kekurangan yang muncul setelah proses belajar dan pembelajaran. Semakin dalam ilmu digali maka ia akan menunjuki si penggali bahwa sesungguhnya ia masih sangat dalam dan masih butuh seumur dunia bahkan akherat untuk dapat menyelesaikan galian itu(karena ilmu Allah memang maha luas dan meliputi). Itulah makanya Rosulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu mulai ia kecil hingga tua dan mati. Wallahu yahdi ila sawa'is sabil...☺

_Ku tulis catatan singkat ini dengan harapan dapat menjadi pengingat sekaligus bahan evaluasi bagi jiwa yang tak kunjung bersahaja, dan bagi hati yang ingin selalu berbagi. Semoga bermanfa'at dan menjadi pelajaran bagiku, bagimu, dan bagi mereka semua..._(M. Luthfi Al_anshori)
6 Nopember 2005.

0 Komentar: